Asal Usul Pamekasan: Dari Pamelingan ke Pusat Peradaban Madura
![]() |
Keraton Panjilaras, hasil rekayasa AI |
Kalau kita berbicara tentang Madura, pasti tak lepas dari karakter masyarakatnya yang religius, teguh memegang tradisi, dan kaya akan sejarah. Salah satu daerah yang menjadi saksi perjalanan panjang itu adalah Pamekasan — kabupaten yang kini dikenal dengan julukan Gerbang Salam, pintu peradaban Islam di Madura.
Namun, tahukah kamu bahwa sebelum bernama Pamekasan, daerah ini dulunya dikenal dengan nama Pamelingan?
Dari Pamelingan Menuju Pamekasan
Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, Pamelingan merupakan salah satu wilayah kecil di bawah kekuasaan kerajaan besar di Jawa Timur itu. Namun, seiring melemahnya Majapahit, Pamelingan memilih berdiri sendiri. Dari sinilah kisah panjang Pamekasan dimulai.
Wilayah ini kemudian dipimpin oleh beberapa tokoh penting seperti Nyi Banu, seorang pemimpin perempuan yang dikenal arif dan berpengaruh; Pangeran Bonorogo, yang memperkuat sistem pemerintahan; dan Raden Aryo Seno, yang kelak dikenal sebagai Panembahan Ronggosukowati — tokoh besar yang membawa perubahan besar bagi Pamelingan.
Panembahan Ronggosukowati dan Lahirnya Nama “Pamekasan”
Di bawah kepemimpinan Panembahan Ronggosukowati, Pamelingan berkembang pesat. Ia memperkenalkan ajaran Islam dan menjadikannya dasar kehidupan masyarakat. Dari sinilah Pamelingan mulai dikenal sebagai daerah religius.
Tak hanya itu, beliau juga memindahkan pusat pemerintahan ke Keraton Mandilaras. Sejak saat itulah nama Pamekasan mulai digunakan secara resmi, menggantikan nama lama. Peristiwa ini terjadi sekitar akhir abad ke-16, menandai lahirnya sebuah era baru di tanah Madura.
Sebagai raja Islam pertama di wilayah tersebut, Panembahan Ronggosukowati juga menetapkan 12 Rabiul Awal 937 H (3 November 1530 M) sebagai hari jadi Pamekasan. Tanggal itu dipilih bukan sembarangan — bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, simbol penting bagi masyarakat Muslim Madura.
Pamekasan Sebagai Pusat Peradaban dan Ekonomi
Sejak masa itu, Pamekasan tumbuh menjadi pusat pemerintahan sekaligus peradaban di Madura. Di sini, budaya, agama, dan pemerintahan berjalan beriringan. Tradisi keislaman yang kuat membentuk karakter masyarakatnya hingga sekarang.
Pada masa penjajahan Belanda, Pamekasan juga dikenal sebagai sentra produksi garam terbesar di Madura. Garam dari wilayah ini menjadi komoditas penting yang memasok kebutuhan ekonomi kolonial di Jawa dan sekitarnya. Hingga kini, jika kamu berkunjung ke Pamekasan, hamparan ladang garam yang luas masih menjadi pemandangan khas di pesisirnya.
Jejak Tokoh Nasional dari Pamekasan
Peran Pamekasan tidak berhenti di masa kolonial. Pada awal abad ke-20, daerah ini kembali melahirkan tokoh besar nasional: Mohammad Tabrani. Ia dikenal sebagai wartawan, politisi, sekaligus penggagas istilah “Bahasa Indonesia” yang kemudian kita gunakan hingga sekarang. Kontribusinya menjadi bukti bahwa semangat intelektual dan nasionalisme juga tumbuh subur dari tanah Madura.
Menjaga Warisan, Menatap Masa Depan
Kini, Pamekasan terus berkembang menjadi kota yang modern tanpa meninggalkan akar budayanya. Di balik hiruk-pikuk pembangunan, semangat Panembahan Ronggosukowati masih terasa dalam kehidupan masyarakatnya yang religius dan gotong royong.
Dari Pamelingan yang sederhana hingga menjadi Pamekasan yang berperadaban — sejarah ini mengingatkan kita bahwa kemajuan tak lepas dari perjuangan dan keimanan para pendahulu.
(Limas Pustaka)
Post a Comment