Header Ads

Sejarah Panjang Kabupaten Bangkalan: Dari Legenda hingga Kekuasaan Islam

Pintu masuk menuju Kompleks Pemakaman Ratu Ibu, yang lebih dikenal sebagai Makam Aer Mata Ibu atau Makam Rato Ebu Bangkalan

Berada di ujung barat Pulau Madura, provinsi Jawa Timur, Kabupaten Bangkalan memegang posisi strategis baik secara geografis maupun historis. Sejarah wilayah ini tidak hanya mencerminkan perjalanan lokal di Madura, namun juga berkaitan dengan pengaruh kerajaan besar Nusantara, proses Islamisasi, dan legenda rakyat yang hidup dalam tradisi lisan masyarakat.

Dalam narasi ini akan kita uraikan secara kronologis — mulai dari legenda lokal yang memberi nama Bangkalan, kemudian masuk ke era kerajaan kecil di Madura Barat, perkembangan Islam melalui tokoh-tokoh seperti Panembahan Pratanu (gelar Lemah Dhuwur), hingga akhirnya menjadi bagian integral dari administrasi modern. Tulisan ini ditujukan sebagai bahan posting di blog Babad Madura dan oleh karena itu disampaikan dengan gaya naratif yang panjang, runtut, dan berorientasi historis.

Latar Geografis dan Awal Kehidupan Masyarakat

Sebelum memasuki legenda dan kerajaan, ada baiknya kita memahami kondisi geografis dan sosial-kultural Bangkalan. Wilayah Bangkalan terletak di ujung barat Pulau Madura, berbatasan dengan Selat Madura dan Laut Jawa. Menurut sumber, Kabupaten Bangkalan memiliki 18 kecamatan dengan ratusan desa dan beberapa kelurahan.

Secara geografis, topografinya meliputi pesisir datar hingga dataran sedikit lebih tinggi di bagian dalam, misalnya Kecamatan Geger yang memiliki ketinggian hingga 100 m di atas permukaan laut.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Bangkalan sejak dulu memiliki potensi laut (perikanan, pelabuhan) dan daratan yang mendukung pertanian atau pemukiman. Keragaman kondisi alam ini juga memungkinkan berkembangnya komunitas yang beragam — nelayan, petani, peziarah — yang kemudian membentuk jaringan sosial lokal yang khas Madura.

Legenda Nama dan Raja Pemberontak: Kisah Ki Lesap

Salah satu versi awal yang paling terkenal mengenai asal-nama Bangkalan adalah dari legenda Ki Lesap. Versi ini menyebut bahwa nama “Bangkalan” berasal dari dua kata bahasa Madura: bangkah + la’an yang secara kasar berarti “mati sudah” atau “sudah mati”

Menurut cerita:

Ki Lesap adalah seorang tokoh sakti dari Madura, keturunan dari seorang panembahan bernama Cakraningrat V melalui seorang selir. 

Ia bertapa di berbagai tempat—termasuk di Gunung Geger di wilayah Bangkalan—menjadi berpengaruh karena kemampuannya menyembuhkan penyakit. 

Karena memiliki ambisi besar—ingin menguasai pemerintahan di Madura—Ki Lesap kemudian memimpin pemberontakan. Ia bergerak dari wilayah barat ke timur, merebut desa-desa, dan kemudian mendapatkan perlawanan dari Cakraningrat V. 

Saat peperangan mencapai puncaknya, Ki Lesap tewas di tangan Cakraningrat V. Ketika itu rakyat dan pasukan yang menyaksikan teriakan “Bangka-la’an!” (mati sudah!) yang mengisyaratkan bahwa pemberontak telah kalah. Dari sorakan itulah kemudian konon terambil nama “Bangkalan”. 

Versi ini mempunyai kekuatan kuat sebagai narasi simbolik bagi masyarakat lokal: bahwa kawasan Bangkalan pernah menjadi titik penting konflik dan juga penegasan kekuasaan. Namun karena ini bersifat legenda lisan, maka berbagai detail seperti waktu persis, jumlah pasukan, atau lokasi tepat peperangan mencair dalam kabut sejarah.

Kerajaan Awal: Dari Kerajaan Plakaran ke Arosbaya

Setelah atau bersamaan dengan legenda tersebut, sejarah tertulis atau setidak-nya yang tersimpan dalam dokumen lokal menunjukkan adanya kerajaan kecil di wilayah Madura Barat yang kemudian menjadi cikal bakal kekuasaan di Bangkalan.

Salah satu sumber menyebut kerajaan bernama Plakaran yang didirikan oleh Kyai Demung (atau disebut Demung Plakaran) yang berasal dari Sampang. 
Kisahnya secara ringkas:

  • Kyai Demung menetap di Desa Plakaran (kecamatan Arosbaya) setelah menikah dengan Nyai Sumekar. Dari perkawinan itu lahirlah beberapa anak, salah satunya Raden Pragalba. 
  • Raden Pragalba memerintah sebagai penguasa lokal dan kemudian memiliki anak bernama Raden Pratanu. Saat inilah mulai muncul transisi agama dan identitas kekuasaan. 
  • Pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke wilayah Arosbaya, dan kerajaan ini dikenal sebagai kerajaan Madura Barat atau Arosbaya.

Kerajaan ini bukan kerajaan besar yang tertulis dalam catatan nasional secara luas, tetapi ia cukup signifikan bagi struktur kekuasaan lokal di Madura Barat dan khususnya Bangkalan. Ada pula bukti arkeologis dan budaya yang menunjukkan bahwa sebelum era Islam masuk, faktor Hindu-Buddha telah hadir di Madura Barat — misalnya situs Arosbaya dan gua-gua yang menjadi tempat ritual. 
Dengan demikian, rantai kekuasaan di Bangkalan dapat dipandang sebagai perpaduan antara warisan Hindu-Buddha, kerajaan lokal, kemudian perubahan menuju kerajaan Islam.

Penyebaran Islam dan Kepemimpinan Panembahan Lemah Dhuwur (Pratanu)

Salah satu titik penting dalam sejarah Bangkalan ialah saat agama Islam mulai meresap ke dalam struktur kekuasaan lokal, bukan hanya sebagai agama rakyat, tetapi sebagai agama penguasa dan penggerak pemerintahan.
Dalam konteks ini, tokoh kunci adalah Raden Pratanu (gelar Panembahan Lemah Dhuwur). Berikut uraiannya:

Raden Pratanu diangkat menjadi penguasa pada 24 Oktober 1531 setelah wafatnya ayahnya, Raden Pragalba. 

  • Pratanu menerima pengajaran Islam dari seorang patih bernama Empu Pageno, yang setelah belajar Islam sekitar enam bulan mengenalkan ajaran itu kepada Pratanu. 
  • Ketika Pratanu naik takhta, gelar yang ia gunakan adalah Panembahan Lemah Dhuwur — menandai era baru dalam kepemimpinan di wilayah Madura Barat dan Bangkalan. 
  • Di masa pemerintahannya, kerajaan yang dahulunya di Plakaran kemudian pusatnya dipindah ke Arosbaya, dan kekuasaannya meluas hingga seluruh Madura Barat, termasuk Bangkalan dan Sampang. 
  • Hubungan politik pula terjalin dengan Jawa, misalnya melalui pertalian pernikahan dengan keraton di Pajang – menunjukkan adanya integrasi antara Madura dan Jawa dalam kerangka kekuasaan Islam. 

Dengan demikian, era Panembahan Lemah Dhuwur menandai transformasi Bangkalan dari kerajaan lokal menjadi bagian dari jaringan politik-agama yang lebih besar — yakni kekuasaan Islam di wilayah Jawa bagian timur dan Madura. Pengaruh Islam dalam sistem pemerintahan, kultur pemerintahan, dan hubungan antar kerajaan pun semakin terlihat.

Perluasan Kekuasaan, Persaingan, dan Masa Kolonial

Setelah era pendirian kekuasaan Islam di Bangkalan/Madura Barat, kondisi selanjutnya ditandai dengan persaingan kekuasaan antar penguasa lokal, keterlibatan kekuatan luar (seperti kerajaan Mataram dan kemudian kolonial Belanda) dan transformasi sosial-politik.

Beberapa poin penting:

  • Kerajaan Arosbaya serta penguasa Madura Barat harus menghadapi tekanan dari kerajaan Mataram dan ekspansi kekuasaan Jawa ke arah Madura. Sebagai contoh, disebutkan bahwa Arosbaya diruntuhkan oleh Mataram pada 1624. 
  • Hubungan antara Bangkalan-Madura dengan Jawa semakin erat. Pada abad ke-17 dan ke-18, misalnya warga Madura banyak diterjamkan ke layanan kerajaan di Jawa (keraton Surakarta, Mataram) dalam berbagai fungsi administratif. 
  • Masa kolonial Belanda kemudian menjadikan Madura bagian dari sistem pemerintahan kolonial Hindia Belanda, dan berbagai kepala daerah lokal (bupati) mulai bergelar Raden atau tokoh priayi. Perubahan politik ini menandai erosi kedaulatan lokal kerajaan dan bergesernya kekuasaan ke wilayah administratif modern. 

Dengan demikian, Bangkalan memasuki era baru—era di mana kekuasaan tradisional kerajaan lokal telah banyak berubah, digantikan oleh struktur pejabat kolonial dan status administratif yang lebih terpusat.

Era Modern: Administrasi, Nama Resmi, dan Integrasi Nasional

Memasuki abad ke-20 dan masa kemerdekaan Indonesia, Bangkalan ikut dalam transformasi besar sistem pemerintahan nasional.

  • Menurut laman resmi pemerintah Kabupaten Bangkalan, administrasi kabupaten secara resmi berdiri pada 8 Agustus 1950 berdasarkan Undang-Undang No. 12/1950. 
  • Struktur pemerintahan lokal modern menggantikan sistem kerajaan, dengan bupati dan perangkat pemerintahan yang berkedudukan sebagai lembaga daerah yang diatur oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Meski demikian, akar-akar tradisi, keluarga keraton lokal, dan tokoh-agama tetap memiliki pengaruh kuat di panggung politik, sosial dan budaya Bangkalan hingga sekarang. Hal ini tercermin dari kajian yang menunjukkan bahwa kepemimpinan Bangkalan pernah berganti dari era “priayi an sich” ke era semi-sipil, lalu kembali kuat oleh dinasti keluarga tradisional dan agamais. 

Jadi, Bangkalan hari ini adalah hasil akumulasi sejarah: dari kerajaan lokal ke kekuasaan Islam, dari persaingan kerajaan ke kolonial, dari kolonial ke republik, dan kini berada di dalam sistem pemerintahan modern sebagai kabupaten yang punya identitas kuat Madura.

Menghubungkan Dua Versi: Legenda vs Sejarah Akademis

Dalam tulisan-historis seperti ini penting juga untuk menyoroti bahwa ada dua jalur narasi yang sering muncul dalam historiografi Bangkalan:

  • Versi legenda: yang menonjol adalah kisah Ki Lesap dan asal nama Bangkalan (“Bangkah-la’an”). Versi ini sangat populer di kalangan masyarakat dan media lokal sebagai asal-usul yang penuh makna simbolik. 
  • Versi sejarah akademis: yang mengacu pada sumber tertulis, arkeologi dan kajian sejarah seperti masuknya Islam melalui Pratanu/Lemah Dhuwur, adanya kerajaan Plakaran-Arosbaya, pengaruh Hindu-Buddha, dan integrasi dengan kekuasaan Jawa dan kolonial. 

Keduanya bukan saling meniadakan, melainkan bisa dilihat sebagai dua lapis narasi yang saling melengkapi. Legenda memberikan kerangka identitas budaya dan simbolik yang kuat untuk masyarakat Bangkalan – menunjukkan bahwa tempat mereka punya kisah heroik dan sakral. Sementara versi sejarah akademis memberikan kerangka fakta yang lebih luas untuk memahami bagaimana Bangkalan berkembang secara politik, sosial dan agama.

Untuk blog Babad Madura, Anda bisa memadukan kedua versi ini: memulai dengan legenda yang menggugah, kemudian menelusuri jejak-jejak sejarah yang bisa dilacak, dan akhirnya menyimpulkan bagaimana Bangkalan kini berdiri sebagai kabupaten dengan akar sejarah yang berlapis.

Kronologi Ringkas Sejarah Bangkalan

Sebagai ringkasan kronologis yang bisa digunakan sebagai kerangka posting:

  1. Sebelum abad ke-15: Wilayah Madura Barat (termasuk Bangkalan) berada dalam pengaruh budaya Hindu-Buddha, kerangka kerajaan kecil atau administratif lokal, dengan situs‐situs arkeologis yang menunjukkan aktivitas tersebut. 
  2. Legenda Ki Lesap (tak terpetakan waktu persisnya, tetapi terkait fase perjuangan kekuasaan lokal).
  • Ki Lesap bertapa di Gunung Geger, memperoleh kesaktian, kemudian memimpin pemberontakan. 
  • Pemberontakan berakhir dengan kematiannya oleh Cakraningrat V → sorakan rakyat “Bangkah-la’an” → perubahan nama wilayah menjadi Bangkalan. 
  1. Peralihan menuju kerajaan lokal Islam dan kepemimpinan Pratanu (1531-1592).
  • Kerajaan Plakaran didirikan, kemudian berubah menjadi Kerajaan Arosbaya. 
  • Raden Pratanu naik takhta 24 Oktober 1531, kemudian mengadopsi Islam dan memperluas kekuasaan. 
  1. Abad ke-17 dan selanjutnya: Tekanan dari Mataram, kolonialisasi Belanda, integrasi Madura dalam sistem kekuasaan Jawa dan kolonial. 
  2. Masa modern (abad ke-20 ke depan):
  • Pembentukan administratif kabupaten (1950) di era Republik Indonesia. 
  • Transformasi politik lokal (era bupati, semi-sipil, peran dinasti tradisional) hingga sekarang. 

Makna Budaya dan Warisan untuk Bangkalan

Menelusuri sejarah Bangkalan bukan hanya soal mengetahui siapa raja-nya atau kapan peperangan terjadi, tetapi juga soal memahami warisan budaya yang dibawa ke masa kini:

  • Nama “Bangkalan” sebagai simbol bahwa masyarakat memiliki akar perjuangan dan cerita yang pantas diingat.
  • Warisan Islam yang datang melalui tokoh-lokal memberi identitas religius dan sosial yang kuat untuk masyarakat di Madura Barat.
  • Pengaruh kerajaan, kolonial, dan hubungan dengan Jawa memberi Bangkalan posisi unik sebagai penghubung budaya Madura-Jawa.
  • Situs-situs sejarah (seperti Arosbaya, Plakaran, makam ulama) menjadi bahan pembelajaran dan pariwisata heritage yang bisa dikembangkan.
  • Transformasi sosial-politik yang terjadi : dari kerajaan ke kolonial ke republik — menunjukkan dinamika adaptasi masyarakat Bangkalan terhadap perubahan zaman.

Sejarah Kabupaten Bangkalan adalah narasi panjang yang menyentuh banyak lapisan: legenda sakti, kerajaan lokal, penyebaran Islam, integrasi politik, hingga administrasi modern. Narasi ini menunjukkan bahwa Bangkalan bukan sekadar lokasi geografis di Madura, tetapi juga pusat dinamika budaya, agama, dan kekuasaan.

 

Diberdayakan oleh Blogger.
close