Header Ads

29. Pangeran Sumenep Menolak Lamaran Ratu Japan

<

Sesampainya dihadapan Raja utusan tersebut dipersilakan duduk sejajar dengan para jaksa. Setelah surat diserahkan Pangeran Sumenep mengambil dan membacanya. Setelah membaca surat itu Pangeran Sumenep berpikir : Aku dibujuk untuk menyerah ? Barangkali mereka mengira aku bisa dibujuk seperti anak kecil.

Utusan : Gusti Pangeran, sebenarnya hamba diutus Tumenggung Kanduruwan atas kehendak Nenek paduka Ratu Japan mengantarkan surat itu kepada paduka. Tumenggung Kanduruwan tidak membawanya sendiri karena beliau takut kalau-kalau Pangeran menyangka paduka Ratu sedang marah. Maka dari itu beliau mengutus kami karena beliau tidak tahu harus dengan cara bagaimana agar bisa membujuk orang yang sedang dongkol.

Tetapi seandainya Pangeran bisa dijumpainya dijalan mungkin Pangeran akan diciumi kakinya, dimohoni maaf dan harapan yang sangat supaya Pangeran bisa kembali ke Japan. Betapa bangga dan bahagianya Tumenggung Kanduruwan apabila dapat berjumpa dengan Pangeran. Bahkan seandainya beliau berjumpa maka paduka akan dimulyakan seperti ayahnya sendiri, didudukkan ditempat yang empuk tetapi mengapa paduka menolaknya. Dengan begini hati beliau merasa terenyuh, harapan memiliki pemimpin seperti paduka kandas.

Maka seandainya paduka mau kembali ke Japan Tumenggung Kanduruwan tentu seperti mendapat anugerah segunung emas banyaknya. Kalau janji Ratu Japan diingkari dan dibelakang hari nanti Ratu Japan berbuat tidak senonoh kepada Pangeran maka Patih Kanduruwan telah berjanji untuk siap mati membela Pangeran. Maka itu dengan harapan yang sangat dalam Tumenggung Kanduruwan memohon suka hati dan kerelaan Pangeran untuk kembali ke Japan.

Pangeran Sumenep sambil tersenyum berkata : Sungguh, pandai sekali engkau membujuk. Ucapanmu manis seperti madu. Tetapi ingatlah bahwa aku bukan anak kecil dan aku bukan orang yang bodoh. Apa ucapanmu sudah aku maklumi dan jangan engkau berpura-pura. Sebab inilah bunyi suratnya. Surat itu selanjutnya disuruh baca kepada Patih Tankondur bunyinya : Surat ini berasal dari Retno Dewi Maskumambang yang menguasai kerajaan Japan ditujukan kepada Pangeran Sumenep yang bergelar Raden Ario Saccadiningrat. Kekasihku yang tampan buah hatiku sekarang aku bermaksud untuk mempertuan-mu (meminangmu ?) semoga engkau mengerti dan menerimanya. Jikalau ini terkabul maka apapun yang engkau pinta dan engkau perintahkan padaku aku akan mengabulkannya.

Dengan ini bukan berarti aku akan mengagungkan kedudukanku sebagai Ratu tapi aku berani bersumpah atas janjiku ini. Kalau engkau setuju menjadi suamiku maka Japan akan kuserahkan kepada kakanda. Menurutku tiada orang yang patut untuk mendampingiku kecuali engkau yang selama ini aku cintai. Selanjutnya aku mohon dengan sangat agar kakanda dapat kembali ke Japan. Aku takkan membohongi kakanda dan kalau aku bohong semoga aku mendapat bala dari para leluhurku.

Setelah surat itu terbaca maka Pangeran Sumenep berkata kepada utusan Japan katanya : Katakan pada Tuanmu aku mengirimkan salam takzim. Surat yang ia kirimkan sudah aku terima dengan kedua tanganku sendiri dan apa yang tersirat didalamnya semuanya sudah aku mengerti. Aku tak mau beristeri Ratu Japan karena beliau sudah tua. Rambutnya sudah dua disamping dia selama ini sering berlaku serong. Karena itu janganlah aku dipersamakan dengan orang yang telah ditidurinya dan lagi di Sumenep masih banyak orang yang cantik tapi aku tak ada maksud untuk kawin lagi.

Apalagi dengan Ratu Japan yang sudah ubanan dan bangsat itu. Awas, sampaikan seluruh ucapanku kepada Tumenggung Kanduruwan dan juga katakan padanya ; meskipun Ratu Japan keluar liur darah untuk mempersuntingku itu takkan mungkin. Karena disini aku masih beristeri dan dengan demikian aku tak tertarik kepada orang lain. Untuk menghadap ke Japan bagiku sudah tak mungkin lagi kecuali kita berperang dulu. Kalau kepalaku sudah terpisah dari badan barulah aku akan menghadap ke Japan lagi. Mari kita adu kekuatan saja dengan perang. Kalah atau menang dicobanya.

Setelah utusan mendengar ucapan Pangeran Sumenep merah mukanya. Kupingnya seperti dirobek. Dengan tanpa pamit utusan langsung keluar dan meloncat keatas kudanya. Sebelum dia meninggalkan keraton masih sempat ia berucap : Hai lasykar Sumenep, sebentar lagi umurmu akan tunai. Pangeran Sumenep mendengar ucapan itu dirinya murka dan memerintahkan kepada seorang menterinya : Menteri, kejar utusan itu. Ia akan kupotong lehernya. Kalau dia tak mau kembali bunuh saja.

Patih Tankondur : Tunggu dulu Pangeran, perintah itu kurang baik. Sebab seorang Raja tidak boleh membunuh utusan karena utusan itu hanya disuruh. Maka ingatlah bahwa sebaik-baik tingkah laku itu adalah ditengah-tengah. Dan bagi seorang Raja kalau dia sedang marah takkan tampak kemarahan itu diwajahnya. Selain itu usahakan supaya kemarahan tak diketahui orang banyak. Kalau masih marah jangan tampakkan berwajahlah ceria. Tetapi yang utama bagi seorang manusia adalah bagaimana bisa menahan nafsunya. Besar ataupun kecil sama saja. Karena kalau tidak bisa menahan nafsu amarah sedikit saja akibatnya akan menjadi besar. 

Kalau sudah besar semakin tak kuat memikulnya. Kalau sudah tak kuat pastilah jatuh dan akhirnya akan celaka. Lebih baik Pangeran menghayati watak sebongkah batu atau besi yang meski dibagaimanapun mereka akan tetap saja begitu. Pangeran Sumenep : Ya, kalau demikian marilah kita segera berangkat supaya musuh tak mendahului menjemput kita dikota. Tumenggung Tankondur segera menuju alun-alun dan memerintahkan bala tentaranya untuk siap berangkat.
   
Ditabuhnya bendi perang dan disulutnya bedil tiga kali pertanda perang akan segera dilabuh. Bala tentara Sumenep bersiap menyongsong musuh dengan perkakas perang lengkap ditangannya. Mereka berbaris rapi disepanjang perjalanan. Pangeran Sumenep menunggang kuda bernama Retnajuwita berbulu cokelat tua dan berpayung sutera kuning sedangkan Tumenggung Tankondur juga menunggang kuda berada disampingnya.


Diberdayakan oleh Blogger.
close