35. Tumenggung Kanduruwan Membangun Dua Keraton
Setelah mendamprat Tumenggung Kanduruwan Ratu Japan segera masuk ke keraton sambil menjinjing bindaga emas yang berisi kepala Pangeran Sumenep didalamnya. Sedangkan para penghadap satu persatu pulang kerumahnya masing-masing. Didalam keraton Ratu Japan selalu menimang-nimang kepala Pangeran Sumenep. Dipandangi dan disentuhnya ia berkali-kali seperti orang sinting layaknya.
Tumenggung Kanduruwan setelah sampai dikepatihan terus menemui isterinya dan bertutur tentang kejadian perang di Sumenep dari awal sampai akhir serta diceriterakannya pula murka Ratu Japan kepadanya katanya : Aku sekarang mendapat marah dari Ratu dan diusir ke Sumenep bersama seluruh tentaraku. Aku disangka membunuh Pangeran Sumenep dengan maksud untuk mengganti kedudukannya. Jadi aku sekarang terusir dari negara ini untuk selanjutnya menjabat Raja di Sumenep. Maka dari itu segeralah engkau berpakaian takut nanti aku dapat marah lagi.
Raden Ayu Tumenggung selanjutnya segera berpakaian dan bersiap untuk berangkat mengikuti suaminya. Tak lama kemudian datang utusan Ratu yang membawa perintah supaya Tumenggung Kanduruwan segera meninggalkan Japan. Maka dari itu kemudian Tumenggung bersama keluarga dan bala tentaranya segera berangkat ke Sumenep. Pendek ceritera sampailah sekarang Tumenggung Kanduruwan bersama keluarga dan pasukannya di Sumenep. Tumenggung langsung menemui Pangeran Malaja dan Pangeran Jambaringin dan kepadanya diceriterakan semua hal yang menimpa dirinya. Kedua Pangeran itu tercengang dan diam seribu bahasa. Beberapa saat kemudian mereka pamit kepada Tumenggung Kanduruwan untuk pulang kenegaranya masing-masing.
Setelah Tumenggung Kanduruwan duduk sebagai Raja di Sumenep ia membangun dua buah keraton yang didirikan berjejer di kampung Karangsabu desa Karangduak. Kedua bangunan keraton itu menghadap ke selatan berpagar tembok sekelilingnya dan memakai kisi terali terbuat dari batu bermotif cendana ukir. Bangunan pasebannya berundak tiga, pintu gerbangnya dipertinggi. Sedangkan yang diangkat menjadi penjaga pintu gerbang adalah penjaga goa sarang burung karenanya disebut pintu goa.
Sebuah mesjid juga dibangun letaknya disebelah barat alun-alun. Disekeliling alun-alun itu ditanami pohon beringin yang teratur berderet sampai ke sebelah barat mesjid. Sejak pemerintahan Sumenep dipimpin Tumenggung Kanduruwan masyarakat semakin makmur dan tak kurang suatu apa. Para pedagang dari negara lain banyak berdatangan memperdagangkan beraneka ragam barang. Dengan begitu rakyat Sumenep semakin mencintai Tumenggung Kanduruwan meski ia berasal dari lain negara.
Setelah Tumenggung Kanduruwan agak lama memerintah negara Sumenep dan sudah berkali-kali pula ia menghadap ke Japan maka kedua puteranyapun sekarang sudah mulai menginjak dewasa sehingga merasa sepantasnya kalau mereka ditawari untuk bertunangan. Tetapi anak yang tertua yaitu Raden Banten menolak dengan alasan ia lebih ingin memperdalam ilmu dan menyepi. Tempat yang sering digunakan untuk berhening diri (nyepi) Raden Banten itu ada disebelah barat kota dibawah sebuah pohon Nangger yang dinamai pangongngangan (menjenguk,ind.) dan dibawah pohon Nangger itu ada goanya.
Sedangkan adik Raden Banten yaitu Raden Wetan ditunangkan dengan puteri Pangeran Nugraha yang bungsu dari Jambaringin yang bernama Ratna Taluki. Sebelum dipertemukan dengan Ratna Taluki Raden Wetan telah beristeri puteri Pangeran Sumenep (Siding Puri). Sedangkan puteri Siding Puri yang tertua diperisteri Pangeran Batuputih dan yang bungsu diperisteri Kyai Rawan yaitu putera Andasmana cucu dari Pangeran Bukabu. Kyai Rawan ini berdukuh di Sendir sekarang menjadi desa wilayah Kecamatan Lenteng Kawedanan Timur Daya. Di desa Sendir ini ada kepala perdikannya yang bertugas untuk merawat makam Kyai Rawan dan keturunannya.
Sekarang diceriterakan lagi bahwa Raden Wetan mempunyai putera laki-laki bernama Raden Kedduk (Keddhu’). Setelah berputera Raden Kedduk, Raden Wetan kawin dengan puteri Pangeran Jambaringin yaitu Ratna Taluki tadi. Beberapa saat setelah perkawinannya Raden Wetan pamit kepada mertuanya yaitu Pangeran Jambaringin (Pamekasan) untuk memboyong isterinya ke Sumenep haturnya : Karena kami sudah lama berada di Jambaringin maka perkenankan kami untuk pulang ke Sumenep. Kami rindu pada ayah dan anak kami disana, sekaligus puteri ramanda akan kami bawa. Pangeran Jambaringin : Kalau demikian kuijinkan kamu pergi. Aku mohon padamu cintailah isterimu Ratna Taluki semoga kalian bahagia sampai akhir nanti.
Seterusnya Pangeran Jambaringin juga memberi nasihat kepada anaknya katanya : Ratna Taluki anakku, hendaknya kamu selalu menajadi orang yang penurut terhadap suamimu. Selain itu sebentar lagi kau akan jauh dariku maka berhati-hatilah. Seandainya suamimu marah jangan sekali-kali kau melawan sebab perempuan yang berani kepada suami tidak akan selamat didunia maupun diakhirat. Jadi ikutilah perintah suamimu asal bukan perintah yang menjurus pada hal-hal yang maksiat.
Sudah banyak contoh tentang perempuan yang tidak penurut terhadap suaminya dan akhirnya menyesal sendiri. Dan lagi aku ingin mengingatkan padamu karena suamimu sekarang sudah mempunyai isteri dan sudah punya anak pula maka hendaknya kau bersabar dan mengalah karena kamu adalah isteri yang muda.
Orang yang suka mengalah pada akhirnya akan terselamatkan dirinya. Jangan engkau suka mengambil fitnah supaya dirimu terjaga. Karena sudah lazim dijaman ini bahwa banyak perempuan yang saling cakar dengan madunya hal itu hendaknya engkau hindari. Ingatlah bahwa engkau keturunan orang baik-baik maka jangan sampai dicela orang. Kalau bisa tingkatkan sifat-sifat kebaikan itu disana selain tatakerama terhadap suami. Kalau ada ucapan jelek jangan sampai terdengar oleh suamimu.
Singkat ceritera Raden Wetan beserta isterinya sekarang sudah berangkat ke Sumenep. Disana lalu ditemuinya ayah dan isteri tuanya yaitu puteri Pangeran Siding Puri yang pada saat itu ikut menyambut kedatangannya. Isteri tua Raden Wetan selanjutnya duduk berdua dengan madunya Ratna Taluki seperti saudara layaknya. Tumenggung Kanduruwan melihat kedua menantunya itu sangat bangga hatinya. Setiap hari kedua isteri Raden Wetan itu tetap akur-akur saja seperti saudara seayah dan seibu. Sungguh nyata bahwa keduanya memang perempuan yang arif dan berbudi luhur.
Setelah beberapa waktu perkawinan Raden Wetan dan Ratna Taluki membuahkan keturunan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Rajasa. Wajah Raden Rajasa ini konon amat mirip dengan wajah kakaknya yaitu Raden Kedduk. Raden Rajasa kemudian diasuh dan diambil anak oleh pamannya yaitu Raden Banten.
Beberapa waktu kemudian diceriterakan bahwa Tumenggung Kanduruwan sakit cukup lama sedangkan yang menjaga saat sakitnya adalah isteri, menantu, anak serta bala sentananya. Pada saat sakitnya dia sempat menasihati kedua puteranya katanya : Kalau besok atau lusa aku mati maka aku minta pada kalian rukun-rukunlah selalu.
Sebab orang yang selalu berselisih dengan saudara itu tidak baik dan akan menimbulkan musibah besar pada dirinya masing-masing. Orang yang selalu akur akan menjadi pohon kebaikan. Umpamakan sebuah sapulidi. Andainya ia hanya sebatang tak mungkin dirinya mampu membersihkan sampah dan juga akan gampang patah. Dari sebab akur (bersatu) maka serapuh-rapuhnya lidi akan menjadi kuat dan tidak akan ada orang yang bisa mematahkan sebuah sapulidi.
Post a Comment