36. Tumenggung Kanduruwan Wafat Karena Sakit
Selain itu semua harta yang aku tinggalkan adalah untuk kalian berdua. Keraton yang ada disebelah barat aku berikan kepada anakku yang sulung yaitu Raden Banten (Pangeran Lor) sedangkan yang disebelah timur aku serahkan kepada Raden Wetan (Pangeran Wetan).
Kepada isterinya kemudian juga berpesan : Kalau aku mati kedua anak kita hadapkan ke Japan. Sampaikan salam dan bhaktiku pada Ratu dan kalau ada suatu kesalahan padanya aku minta maaf. Sampaikan pula permintaanku padanya semoga Ratu Japan selalu mengasihi anak-anak kita. Setelah itu ia memberi nasihat pula pada kedua puteranya : Kalau nanti engkau jadi seorang kawula jangan sekali-kali menonjolkan diri dan jangan kau andalkan kewibawaan serta kepangkatan yang kau sandang.
Selain itu jangan pula kamu aniaya pada para bawahanmu karena semua itu perbuatan yang tidak baik dan tercela dibelakang hari. Kalau engkau pernah memberi jasa baik pada orang lain maka jangan engkau ingat. Tetapi kebaikan orang lain kepada kalian jangan sampai engkau lupakan. Kalau ada kesalahan yang diperbuat orang lain padamu maka jangan engkau dendam. Dan jangan pula sekali-kali kalian membicarakan tingkah-laku orang lain yang tidak baik. Kalau kamu pernah berbuat salah kepada orang lain ingatlah selalu dan jangan sampai mengingkari kesalahan itu. Segala tingkah-laku hendaknya berhati-hati karena sial itu datang tanpa janji. Kalau orang lupa terhadap kesalahannya maka sudah tentu akhirnya akan celaka.
Berselang waktu kemudian Tumenggung Kanduruwan wafat karena penyakitnya itu. Jenazahnya dikubur disebelah barat mesjid yang dibangunnya di kampung Karangsabu desa Karangduak. Kemudian kuburan Tumenggung Kanduruwan itu dibangun sebuah cungkup dari batu dan sampai sekarang keadaannya masih baik karena mendapat perawatan dari negara. Dikuburan tersebut tidak terdapat suatu tulisan yang menerangkan kapan meninggalnya Tumenggung Kanduruwan. Sejak meninggalnya Tumenggung konon anak-anak serta bala sentananya selalu mengundang pemuka agama di keraton untuk berdoa. Setelah sampai keempat puluh hari dari kematiannya sang isteri membawa kedua anaknya menghadap ke Japan. Saat itu kebetulan Ratu Japan sedang ada di paseban duduk di satinggil. Setelah menghatur sungkem mereka lalu menceriterakan semua pesan Tumenggung Kanduruwan sambil menangis. Setelah Ratu mendengarnya ia lalu ikut menangis.
Sesudahnya lalu berkata kepada Raden Banten dan Raden Wetan katanya : Aku sangat menyayangkan kalau aku menolak permohonan ayahmu. Sekarang kamu Banten, akan kunobatkan sebagai Pangeran Lor sedangkan Wetan aku beri gelar Pangeran Wetan. Negara Sumenep sekarang aku serahkan pada kalian berdua dan kalian hendaknya menghadap kemari setiap tahun secara bergiliran. Kalau seorang sedang menghadap maka yang lainnya menjaga negara. Dan sekarang kalian kuijinkan untuk pulang kembali ke Sumenep. Tentang kabar meninggalnya ayahmu, kepada ramanda Raja Majapahit dan kepada adikku Pangeran Bintara tak usah kalian pikirkan. Biar aku yang akan menulis surat pada beliau. Setelah menghatur sungkem dan mengucapkan terimakasihnya kedua Pangeran dan ibunya kembali pulang ke Sumenep.
Ratu Japan sekarang menulis surat untuk mengabarkan meninggalnya Tumenggung Kanduruwan kepada Raja Majapahit. Dan surat itu kemudian diberikan kepada dua menterinya yang bernama Jayalalana dan satunya lagi bernama Saccayuda. Kedua menteri itu segera berangkat dan sesampainya di Majapahit surat itu diserahkannya kepada Raja di paseban. Patih Gajahmada juga sedang ada disana dan sedang duduk dihadapan Raja berdampingan dengan Raden Tandaterung yaitu cucu Raja Majapahit. Surat itu berbunyi begini : Nanda memberi kabar bahwa cucu nanda yang memerintah di negara Sumenep yaitu Tumenggung Kanduruwan telah meninggal dan ia meninggalkan dua orang putera.
Yang sulung bernama Raden Banten dan nanda sudah mengangkatnya menjadi Pangeran Lor sedangkan yang bungsu bernama Raden Wetan dan oleh nanda juga sudah diangkat pula menjadi Pangeran Wetan. Sedangkan negara Sumenep sudah nanda pasrahkan kepada mereka untuk dibagi dua. Untuk menghadap ke Japan nanda perintahkan sekali setahun secara bergiliran. Setelah Raja Majapahit mendengar berita itu lalu menangis juga Patih Gajahmada dan Raden Tandaterung. Setelah itu Raden Tandaterung segera pulang utnuk mengabarkan berita itu kepada isterinya. Isteri Tandaterung menjerit mendengar berita dari suaminya itu.
Keesokan harinya Raja Majapahit memanggil Raden Tandaterung dan menyuruhnya untuk menyampaikan berita itu kepada kakaknya yaitu Pangeran Bintara. Raja Majapahit : Sekarang secepatnya engkau beritahu kakakmu Pangeran Bintara. Bawalah surat kakak perempuanmu ini (Ratu Japan), supaya dia segera tahu bahwa anaknya yaitu Tumenggung Kanduruwan sudah meninggal. Karena hanya kamu yang patut untuk membawa surat ini. Sesudah itu kirimkan pula surat itu kepada Pangeran Palembang dan kalau mau ajaklah pula kakakmu yaitu Raden Bintara kemari karena aku sudah rindu padanya. Tanyakan pula padanya apa sebabnya dia lama tak menghadap kemari. Apa dia sudah tidak menyukai aku ?!
Raden Tandaterung segera menerima surat itu lalu langsung menuju Bintara. Disepanjang jalan ia menangis sedih mengenang Tumenggung Kanduruwan. Sesampainya di Bintara ia langsung masuk keraton tanpa hiraukan tatakerama. Setelah Raden Bintara melihat adiknya datang tergesa-gesa lalu dipersilakannya duduk dan bertanya : Adikku, ada apa kau datang dengan tergesa-gesa dan menangis pula ? Raden Tandaterung : Adik ditugas oleh kakek membawa surat dari Ratu Japan yang memberitakan tentang wafatnya nanda Tumenggung Kanduruwan.
Raden Bintara lalu menerima surat itu dan setelah membacanya isinya ia pingsan dan jatuh kepangkuan Raden Tandaterung. Setelah isterinya tahu tentang kejadian itu lalu diambilnya pula surat yang masih dalam genggaman suaminya itu. Setelah membaca isinya lalu ia menjerit dan pingsan juga diharibaan Raden Tandaterung. Ketiganya lalu saling berpelukan sambil menangis sedih. Setelah kesedihan dilepaskan dan pikirannya tenang lalu Raden Tandaterung berkata : Selain yang dinda sampaikan tadi ada pesan lain dari kakek pada kakanda. Kakanda dipersilakan menghadap ke Majapahit karena kakek sudah sangat rindu dan ingin melihat kakanda karena sudah lama tak jumpa. Pesan kakek lagi, mengapa kanda tak mau ber-orangtua pada beliau dan tak pernah datang lagi untuk menghadap.
Kalau kakanda memang tak mau apa gerangan sebabnya ? Pangeran Bintara berkata sambil tersenyum : Katakan dengan halus pada ramanda jangan beliau marah karena aku takut mendapat bala. Aku tak pernah kesana akhir-akhir ini karena agamaku dengannya tidak sama. Beliau beragama Budha sedangkan aku beragama Muhammad. Raden Tandaterung : Semua ungkapan kanda sudah dinda maklumi dan kalau mendapat perkenan dinda sekarang mohon pamit. Pangeran Bintara : Baiklah, kalau begitu dan sampaikan pesanku kepada beliau dengan halus.
Kepada isterinya kemudian juga berpesan : Kalau aku mati kedua anak kita hadapkan ke Japan. Sampaikan salam dan bhaktiku pada Ratu dan kalau ada suatu kesalahan padanya aku minta maaf. Sampaikan pula permintaanku padanya semoga Ratu Japan selalu mengasihi anak-anak kita. Setelah itu ia memberi nasihat pula pada kedua puteranya : Kalau nanti engkau jadi seorang kawula jangan sekali-kali menonjolkan diri dan jangan kau andalkan kewibawaan serta kepangkatan yang kau sandang.
Selain itu jangan pula kamu aniaya pada para bawahanmu karena semua itu perbuatan yang tidak baik dan tercela dibelakang hari. Kalau engkau pernah memberi jasa baik pada orang lain maka jangan engkau ingat. Tetapi kebaikan orang lain kepada kalian jangan sampai engkau lupakan. Kalau ada kesalahan yang diperbuat orang lain padamu maka jangan engkau dendam. Dan jangan pula sekali-kali kalian membicarakan tingkah-laku orang lain yang tidak baik. Kalau kamu pernah berbuat salah kepada orang lain ingatlah selalu dan jangan sampai mengingkari kesalahan itu. Segala tingkah-laku hendaknya berhati-hati karena sial itu datang tanpa janji. Kalau orang lupa terhadap kesalahannya maka sudah tentu akhirnya akan celaka.
Berselang waktu kemudian Tumenggung Kanduruwan wafat karena penyakitnya itu. Jenazahnya dikubur disebelah barat mesjid yang dibangunnya di kampung Karangsabu desa Karangduak. Kemudian kuburan Tumenggung Kanduruwan itu dibangun sebuah cungkup dari batu dan sampai sekarang keadaannya masih baik karena mendapat perawatan dari negara. Dikuburan tersebut tidak terdapat suatu tulisan yang menerangkan kapan meninggalnya Tumenggung Kanduruwan. Sejak meninggalnya Tumenggung konon anak-anak serta bala sentananya selalu mengundang pemuka agama di keraton untuk berdoa. Setelah sampai keempat puluh hari dari kematiannya sang isteri membawa kedua anaknya menghadap ke Japan. Saat itu kebetulan Ratu Japan sedang ada di paseban duduk di satinggil. Setelah menghatur sungkem mereka lalu menceriterakan semua pesan Tumenggung Kanduruwan sambil menangis. Setelah Ratu mendengarnya ia lalu ikut menangis.
Sesudahnya lalu berkata kepada Raden Banten dan Raden Wetan katanya : Aku sangat menyayangkan kalau aku menolak permohonan ayahmu. Sekarang kamu Banten, akan kunobatkan sebagai Pangeran Lor sedangkan Wetan aku beri gelar Pangeran Wetan. Negara Sumenep sekarang aku serahkan pada kalian berdua dan kalian hendaknya menghadap kemari setiap tahun secara bergiliran. Kalau seorang sedang menghadap maka yang lainnya menjaga negara. Dan sekarang kalian kuijinkan untuk pulang kembali ke Sumenep. Tentang kabar meninggalnya ayahmu, kepada ramanda Raja Majapahit dan kepada adikku Pangeran Bintara tak usah kalian pikirkan. Biar aku yang akan menulis surat pada beliau. Setelah menghatur sungkem dan mengucapkan terimakasihnya kedua Pangeran dan ibunya kembali pulang ke Sumenep.
Ratu Japan sekarang menulis surat untuk mengabarkan meninggalnya Tumenggung Kanduruwan kepada Raja Majapahit. Dan surat itu kemudian diberikan kepada dua menterinya yang bernama Jayalalana dan satunya lagi bernama Saccayuda. Kedua menteri itu segera berangkat dan sesampainya di Majapahit surat itu diserahkannya kepada Raja di paseban. Patih Gajahmada juga sedang ada disana dan sedang duduk dihadapan Raja berdampingan dengan Raden Tandaterung yaitu cucu Raja Majapahit. Surat itu berbunyi begini : Nanda memberi kabar bahwa cucu nanda yang memerintah di negara Sumenep yaitu Tumenggung Kanduruwan telah meninggal dan ia meninggalkan dua orang putera.
Yang sulung bernama Raden Banten dan nanda sudah mengangkatnya menjadi Pangeran Lor sedangkan yang bungsu bernama Raden Wetan dan oleh nanda juga sudah diangkat pula menjadi Pangeran Wetan. Sedangkan negara Sumenep sudah nanda pasrahkan kepada mereka untuk dibagi dua. Untuk menghadap ke Japan nanda perintahkan sekali setahun secara bergiliran. Setelah Raja Majapahit mendengar berita itu lalu menangis juga Patih Gajahmada dan Raden Tandaterung. Setelah itu Raden Tandaterung segera pulang utnuk mengabarkan berita itu kepada isterinya. Isteri Tandaterung menjerit mendengar berita dari suaminya itu.
Keesokan harinya Raja Majapahit memanggil Raden Tandaterung dan menyuruhnya untuk menyampaikan berita itu kepada kakaknya yaitu Pangeran Bintara. Raja Majapahit : Sekarang secepatnya engkau beritahu kakakmu Pangeran Bintara. Bawalah surat kakak perempuanmu ini (Ratu Japan), supaya dia segera tahu bahwa anaknya yaitu Tumenggung Kanduruwan sudah meninggal. Karena hanya kamu yang patut untuk membawa surat ini. Sesudah itu kirimkan pula surat itu kepada Pangeran Palembang dan kalau mau ajaklah pula kakakmu yaitu Raden Bintara kemari karena aku sudah rindu padanya. Tanyakan pula padanya apa sebabnya dia lama tak menghadap kemari. Apa dia sudah tidak menyukai aku ?!
Raden Tandaterung segera menerima surat itu lalu langsung menuju Bintara. Disepanjang jalan ia menangis sedih mengenang Tumenggung Kanduruwan. Sesampainya di Bintara ia langsung masuk keraton tanpa hiraukan tatakerama. Setelah Raden Bintara melihat adiknya datang tergesa-gesa lalu dipersilakannya duduk dan bertanya : Adikku, ada apa kau datang dengan tergesa-gesa dan menangis pula ? Raden Tandaterung : Adik ditugas oleh kakek membawa surat dari Ratu Japan yang memberitakan tentang wafatnya nanda Tumenggung Kanduruwan.
Raden Bintara lalu menerima surat itu dan setelah membacanya isinya ia pingsan dan jatuh kepangkuan Raden Tandaterung. Setelah isterinya tahu tentang kejadian itu lalu diambilnya pula surat yang masih dalam genggaman suaminya itu. Setelah membaca isinya lalu ia menjerit dan pingsan juga diharibaan Raden Tandaterung. Ketiganya lalu saling berpelukan sambil menangis sedih. Setelah kesedihan dilepaskan dan pikirannya tenang lalu Raden Tandaterung berkata : Selain yang dinda sampaikan tadi ada pesan lain dari kakek pada kakanda. Kakanda dipersilakan menghadap ke Majapahit karena kakek sudah sangat rindu dan ingin melihat kakanda karena sudah lama tak jumpa. Pesan kakek lagi, mengapa kanda tak mau ber-orangtua pada beliau dan tak pernah datang lagi untuk menghadap.
Kalau kakanda memang tak mau apa gerangan sebabnya ? Pangeran Bintara berkata sambil tersenyum : Katakan dengan halus pada ramanda jangan beliau marah karena aku takut mendapat bala. Aku tak pernah kesana akhir-akhir ini karena agamaku dengannya tidak sama. Beliau beragama Budha sedangkan aku beragama Muhammad. Raden Tandaterung : Semua ungkapan kanda sudah dinda maklumi dan kalau mendapat perkenan dinda sekarang mohon pamit. Pangeran Bintara : Baiklah, kalau begitu dan sampaikan pesanku kepada beliau dengan halus.
Post a Comment