42. Pangeran Lor dan Wangsadumetra Terluka dalam Peperangan Melawan Bali
Tak lama kemudian maju Patih Kebbowaju diiring para lasykarnya dan berkata : Hai laki-laki, katakan padaku tentang siapa namamu. Apa pangkat dan darimana asal negaramu. Aku merasa sayang kalau ajalmu tiba tanpa kukenal namamu. Sekarang akulah musuhmu. Jangan kau bangga karena telah dapat menewaskan beberapa Bupati Bali, para menteri dan rakyat kecil sebab itu semua memang bukan tandinganmu. Maka hati-hatilah kamu sekarang.
Pangeran Batuputih mendengar pertanyaan Patih Kebbowaju tidak menjawabnya. Namun seketika dilangkahkan kaki dan diayunkan tombaknya kearah Kebbowaju. Melihat gelagat musuhnya itu Kebbowaju juga melepaskan pukulan tombaknya kearah Pangeran Batuputih. Keduanya lalu saling tombak sampai akhirnya tombak keduanya patah. Setelah itu mereka saling menghunus keris maka terjadilah saling tusuk dan Kebbowaju terluka. Melihat Kebbowaju terluka salah seorang saudaranya maju dan menusuk Pangeran Batuputih. Tusukan saudara Kebbowaju ini mengena lengan kanan Pangeran Batuputih.
Pangeran Batuputih terkejut sampai kerisnya terjatuh. Secepat kilat Kebbowaju meraih keris Pangeran Batuputih yang terjatuh itu lalu ditusukkan ke dada siempunya. Pangeran Batuputih terluka dan dari luka didadanya mengucurlah darah putih yang konon harum dan aromanya segera menyebar kesekitarnya. Setelah Kebbowaju mendekat kejazad Pangeran Batuputih dengan maksud untuk memotong lehernya, maka seketika itu pula jazad Pangeran Batuputih raib. Karena itu bala tentara Bali sangat terkejut dan dihatinya berkata : Barangkali kalau dia tak segera mati maka habislah orang Bali dibunuhnya.
Setelah itu Kebbowaju memerintahkan untuk menghitung sisa tentaranya. Tentara yang masih tersisa dibawanya untuk membantu peperangan di wilayah barat. Di peperangan wilayah barat meskipun Pangeran Lor dan Wangsadumetra terluka mereka masih memimpin perlawanan. Setelah keduanya muntah darah lalu Wangsadumetra berkata kepada Pangeran Lor : Kalau menjadi perkenan maka menurut hamba lebih baik kita mundur dahulu. Apalagi sekarang sudah senja dan tentara Bali sudah banyak pulang kebarak masing-masing. Hamba sudah merasa capek. Kalau hamba tewas maka siapa yang akan mendampingi paduka ? Apalagi kalau paduka yang meninggal siapakah yang akan merebut jenazah paduka dari tangan musuh ? Karena sekarang hamba sudah merasa tak kuat lagi.
Dengan demikian Pangeran Lor lalu mengikuti keinginan patihnya, lalu ia mundur. Dipihak Bali Kebbowaju lalu menghitung sisa bala tentaranya lagi dan diketahui sekarang jumlahnya tinggal lima ribu orang. Kebbowaju kemudian mengutus salah seorang prajurit untuk melapor kepada Raja Bali di Lapataman. Sedangkan Pangeran Lor, Wangsadumetra dan beberapa sisa tentaranya pada malam itu pulang ke Sumenep.
Di sepanjang perjalanan kuduanya tak pernah berpisah dan ikat pinggang mereka masih tetap terikat satu sama lain. Meskipun Pangeran Lor parah lukanya tapi dia masih tetap memegang keris secara terhunus. Pakaiannya penuh darah dan tak seorangpun berani mendekatinya. Bala tentara yang luka juga dibawa ke Sumenep dengan cara digendong oleh tentara lainnya yang selamat.
Sesampainya di Per-emper para kuda tunggangan sudah disiapkan. Tetapi Pangeran Lor tak mau menaikinya sehingga semua lasykar Sumenep ini pulang bersama jalan kaki. Kiyai Rembun berkata : Kalau menjadi suka Paduka maka sebaiknya Paduka duduk ditandu saja. Biar hamba dan kawan-kawan yang akan memikulnya. Pangeran Lor : Semua penghargaanmu kepadaku sangat aku hargai. Tapi ketahuilah bahwa sampai sekarang aku masih bisa berjalan. Jangan kau dekati aku takut aku lupa daratan, sebab disaat seperti ini aku masih haus darah.
Bala tentara Sumenep sangat takut mendekatinya sebab Pangeran Lor masih tetap memegang kerisnya dengan terhunus. Bala tentara Sumenep sebagian berpikir begini : Aku heran pada Pangeran dan Wangsadumetra meskipun mereka terluka parah tapi ketampanannya kian Nampak serta keberaniannya masih tetap saja. Seandainya orang lain mungkin takkan kuat. Aku ini hanya sedikit luka tapi perasaan rasanya takkan sampai kerumah. Semoga Pangeran diberikan panjang umur meskipun kalau dilihat luka-lukanya memang sudah bukan tempatnya beliau hidup.
Sesampainya dipekarangan keraton Pangeran Lor lalu berkata lirih : Wangsadumetra, sekarang aku dan kamu sudah sampai pada ajal. Maka marilah kita panjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa supaya kita diberi ketetapan hati dalam Islam dan iman. Pada saat kritis itu keduanya masih sempat berdoa dengan mengangkat kedua tangannya. Setelah itu keduanya lalu rebah dan meninggal. Karena itu para peryayi dan penjaga pintu terperanjat lalu mendekati jenazah keduanya. Jenazah tersebut selanjutnya dibaringkan diatas balai-balai sedangkan sebagiannya memberi kabar kedalam keraton.
Puteri Jambaringin dan Raden Rajasa langsung berlari menemui jenazah Pangeran Lor dan Wangsadumetra diikuti yang lainnya. Keduanya lalu sungkem kekaki jenazah Pangeran Lor sambil menjerit. Gegerlah isi keraton dengan jerit dan tangis sehingga seperti pasar terbakar layaknya.
Setelah itu jenazah keduanya dibawa ke mesjid dan disana mereka disemayamkan sampai tujuh hari lamanya. Yang menjaga jenazah itu adalah para penghulu dan orang alim. Kedua jenazah itu sambil ditunggukan pada adiknya yaitu Pangeran Wetan dan Raden Kedduk yang sekarang masih disusul ke Demak. Meski telah lama disemayamkan kedua jenazah itu tak berobah keadaannya. Karena itu rakyat Sumenep semakin percaya bahwa keduanya adalah wali Allah yang diterima doa maupun perjuangannya dalam membela negara Sumenep dari serangan tentara Bali.
Dilain tempat diceriterakan bahwa Kiyai Ranggamiring dan Kiyai Tandamaneron yang dibantu lasykar lainnya telah selesai membangun sebuah benteng pertahanan diluar kota. Lebar temboknya satu depa (satu setengah meter) tanpa pintu. Perkakas perang juga sudah dipersiapkan disekeliling benteng. Persiapan itu dimaksudkan supaya lasykar Sumenep dapat bertahan dari serangan orang Bali dan takut terjadi serangan sebagaimana dialami Pangeran Lor.
Sekarang diceriterakan pula bahwa tentara Bali yang akan melakukan serangan lagi kepusat kerajaan Sumenep telah siap. Tetapi karena lasykar Sumenep telah meninggalkan desa Baraji maka mereka terus maju kearah barat sampai ke desa Parsanga, Paddusan dan Per-emper. Yang memegang komando sebagai panglima perang adalah Patih Kebbowaju. Maksud mereka akan memboyong isteri Pangeran Batuputih serta merampas harta benda keraton.
Di kerajaan Batuputih diceriterakan bahwa saat itu permaisuri Pangeran Batuputih sedang makan dengan kedua puterinya. Puteri yang sulung bernama Dewi Susila sedangkan yang bungsu bernama Dewi Sara. Tiba-tiba datang pemegang payung Pangeran Batuputih yang lolos dari peperangan dan berkata : Hamba menyampaikan kabar bahwa Pangeran Batuputih telah meninggal dalam peperangan, tetapi jenazah beliau telah raib. Isteri Pangeran Batuputih mendengar kabar itu lalu menjerit dan pingsan.
Post a Comment