41. Pasukan Pangeran Lor Melawan Serangan Tentara Bali
Pangeran Batuputih berkata pada Puteri Jambaringin : Maafkan segala kesalahan kami bibi karena mungkin hari ini adalah saat terakhir perjumpaan kita. Puteri Jambaringin menjawabnya sambil menangis : Anakku, sungguhkah engkau akan meninggalkan bibi ? Sebagai kemenakan aku masih ingin melihatmu panjang umur dan sebagai pengganti kerinduan pada ayahmu (Pangeran Siding Langgar). Tegakah kamu meninggalkan bibi ??
Dalam suasana perpisahan itu Pangeran Lor segera masuk keraton untuk berpakaian. Wangsadumetra (patihnya) juga diberi pakaian yang bagus. Setelah itu lalu berangkatlah mereka. Pada saat itu R.Rajasa juga bersikeras mau ikut tapi sang ibu segera memeluknya.
Setelah sampai diluar pintu keraton Pangeran Lor segera meloncat keatas kudanya begitu juga Pangeran Batuputih. Di alon-alon rakyat dari kedua pemimpin itu banyak yang menangis. Mereka melihat pakaian keduanya seakan sebagai tanda bahwa pemimpin mereka akan segera menemui ajal dalam peperangan itu. Pada saat bersamaan konon datang seekor burung gagak dari timur yang seketika menyambar kepala Pangeran Lor sehingga Kolo (topi,ind) Pangeran ini jatuh ketanah. Meskipun saat itu ia telah berusaha menangkapnya. Pucat-lah wajah sang Pangeran waktu itu karena kejadian demikian memang dianggap sebagai pertanda jelas akan kejatuhan dirinya segera tiba.
Kolo yang terjatuh akibat sambaran burung gagak itu kemudian diambil dan dikenakannya lagi. Kemudian dia segera memerintahkan Kiyai Ranggamering dan Kiyai Tandameron katanya : Paman, engkau berdua jangan ikut. Tetaplah disini untuk menjaga negara. Ambillah sebagian lasykar dan selanjutnya buatlah suatu benteng pertahanan diluar kota. Sesudah itu Pangeran Lor berangkat ditandai dentuman bedil tiga kali. Kiyai Patramanggala bersama kelompok lasykarnya ada didepan, Wangsadumetra berada dibelakang Pangeran Lor dengan menunggang kuda berbulu merah. Sedangkan Pangeran Batuputih berjejer dengan Pangeran Lor.
Sesampainya disatu simpang jalan kampung Paddusan Pangeran Lor merasa haus. Oleh seorang tentaranya ia disuguhi air dalam kendi. Pangeran Lor kemudian menerima air tadi sambil memegang leher kendi dan meminumnya. Tetapi tiba-tiba leher kendi yang dipegangnya putus dan perut kendi beserta airnya jatuh berantakan ketanah. Pangeran Lor semakin merasa bahwa ajal yang menantinya telah semakin dekat. Pangeran Lor lalu bertanya kepada Wangsadumetra : Apakah engkau memang setia dan setulus hati mendampingiku dalam perang ini ?!
Wangsadumetra : sebelum paduka mengeluarkan perintah kepada hamba, hamba memang sudah berniat dan bertekad untuk mati lebih dulu. Hasrat hamba dimaksudkan agar paduka tidak sampai menanggung penderitaan sebelum hamba tewas. Pangeran Lor : Demikian pula niatku Patih. Wangsadumetra lalu membuka ikat pinggangnya dan Pangeran Lor mengerti isyarat itu, maka dibukanya pula ikat pinggangnya. Sesampainya di desa Per-emper disebelah timur kali, Pangeran Lor berhenti sejenak. Disana ia menyambung ikat pinggang dengan ikat pinggang Wangsadumetra sebagai pertanda dan lambang kecintaan seorang Raja pada bawahannya.
(Per-emper sekarang menjadi sebuah kampung di desa Kacongan termasuk Kecamatan Marengan. Selanjutnya Marengan sekarang telah menjadi sebuah desa masuk wilayah kecamatan Kota Sumenep).
Ditempat itu pula Pangeran Lor memerintahkan seluruh bala tentaranya untuk berjalan kaki saja dan kuda-kuda tunggangan mereka ditempatkan disana. Sesampainya di desa Baraji Pangeran Lor berkata kepada Pangeran Batuputih : Kami bersama Wangsadumetra akan menemui perang dengan tentara Bali disini. Sedangkan Pamanda Pangeran Batuputih nanda persilakan untuk menemui lasykar Bali agak kesebelah timur supaya tentara Bali dapat segera kita habisi.
Pangeran Batuputih mengikuti petunjuk Pangeran Lor dan akhirnya mereka memasuki kancah pertempuran. Pangeran Lor dan Patih Wangsadumetra selama berhari-hari tak pernah berpisah. Dalam peperangan itu keduanya mengamuk seperti singa kelaparan. Setiap matahari terbenam peperangan dihentikan. Bala tentara Bali banyak yang mati sedangkan Pangeran Lor dan Wangsadumetra tidak terluka sedikitpun.
Esok harinya ketika fajar tiba Pangeran Lor berkata pada bala tentaranya : Hai, semua tentaraku kalian tak usah ikut bertempur, jadilah sebagai penonton saja. Berikan saja aku semangat dengan sorak-sorai kalian sebab tentara Bali sekarang sudah tinggal sedikit jumlahnya. Cuma saja kalau nanti aku tewas, kalian harus dapat merebut jazadku jangan sampai dibawa musuh. Sebagian tentara menyetujui tapi sebagian lagi berkata : Kami takkan terima kalau kami tidak diperkenankan ikut berperang karena kami sudah berjanji untuk mati bersama paduka. Kami juga sudah berjanji kepada anak maupun isteri hamba untuk mati dalam pertempuran ini dan kami takut melanggar janji. Kiranya perlu diingat bahwa sejak jaman dahulu tak pernah ada ceritera tentang orang-orang Sumenep merasa takut untuk menghadapi musuhnya.
Setelah itu Pangeran Lor berperang lagi diikuti semua bala tentaranya. Semangat mereka semakin menjadi sehingga bala tentara Bali semakin banyak pula yang terbunuh, mayatnya tumpang tindih seperti tumbangnya batang padi. Pangeran Lor lalu sesumbar : Hai, orang Bali keluarkan Rajamu karena jumlah kalian sudah makin sedikit. Kalau Rajamu memang berjiwa perwira maka jangan adu rakyat kecil. Inilah aku, seorang keturunan Raja Majapahit yang juga keturunan Aria Kudapanole.
Setelah Gusti Jumenna dan Gusti Pameccut mendengar sesumbar itu lalu maju sambil berucap : Hai, Pangeran Lor lebih baik engkau menyerah saja dan engkau akan kuhadapkan pada Raja Bali supaya kalian dapat selamat dari kematian. Pangeran Lor tak menanggapinya lalu seketika menyerang dan menombak Gusti Jumenna sehingga Gusti Jumenna jatuh tersungkur dan tewas seketika.
Melihat kejadian itu Gusti Pameccut segera pula menombak Pangeran Lor dari sisi kiri. Tombak Gusti Pameccut mengena sasarannya dan menenbus lambung kiri Pangeran Lor hingga tembus ke lambung kanannya. Pangeran Lor tak bergeser dari tempatnya dan keduanya kemudian saling tombak sampai senjata tombak keduanya patah. Pangeran Lor lalu mencabut kerisnya tetapi Gusti Pameccut melarikan diri.
Pangeran Lor berkata : Hai, jangan lari jika engkau memang jantan. Meskipun kamu bisa terbang tinggi atau bersembunyi dalam lobang semutpun akan aku kejar. Kemudian Pangeran Lor mengejar Gusti Pameccut dan didapatinya. Keris Pangeran Lor menghunjam dada Gusti Pameccut lalu dia roboh dan tewas. Setelah lasykar Bali mengetahui para pembesarnya tewas maka secara bersama-sama kemudian mengamuk dan mengerubuti Pangeran Lor serta Wangsadumetra. Disitu Wangsadumetra terluka sampai isi perutnya terburai.
Kedua pahlawan perang ini masih tidak patah semangat bahkan merekapun mengamuk membabi-buta. Merasa terganggu dengan ususnya, Wangsadumetra memotongnya sekalian. Tetapi tak lama kemudian usus yang lainnyapun keluar lagi. Maka selanjutnya ia mengalungkan usus itu kelehernya seperti seorang mempelai berkalung melati layaknya.
Post a Comment