Setelah Pangeran Rama meninggal dunia lalu diganti oleh puteranya yaitu Pangeran Jimat dengan gelar Pangeran Cakranagara II. Pangeran Rama d...

48. Pangeran Jimat Meninggal dan Digantikan Raden Apsara


Setelah Pangeran Rama meninggal dunia lalu diganti oleh puteranya yaitu Pangeran Jimat dengan gelar Pangeran Cakranagara II. Pangeran Rama dikebumikan di Asta Raja berkumpul dengan Tumenggung Pulangjiwa disebelah barat makam Sultan Sumenep hanya berjarak tembok pagar.

Makam tersebut beratap genteng dan masih baik keadaannya. Pagar tembok sekelilingnya memakai pintu pekarangan berundak dua. Pintu pekarang sebelah dalam menghadap keselatan dan diluarnya terdapat pendapa. Orang Sumenep lazim menyebut Asta Pangeran Jimat. Asta tersebut masih baik karena terawat. Di nisan Pangeran Rama tidak ada tulisan yang dapat menyebutkan kapan meninggalnya.

Yang satu atap dikuburan tersebut dari arah barat deret paling utara : 

1. Paling barat, makam seorang perempuan (tidak diketahui siapa namanya).
2. Pangeran Anggadipa.
3. Pangeran Sepuh (Raja Wirasari) suami Raden Ayu Kacang.
4. Pangeran Rama.
5. Raden Ayu Tumenggung Pulangjiwa (Raden Ayu Arta’).
6. Tumenggung Pulangjiwa. Banyak lagi diurutan nisan kakinya tetapi bukan Raja, hanya bala sentana atau keturunan para Raja diatas.

Pada waktu Pangeran Jimat (Pangeran Cakranagara II) menjabat Raja di Sumenep, negara Pamekasan, Besuki, Blambangan (Banyuwangi) dibawah pemerintahan Sumenep. Pegunungan didaerah Besuki yang membabat adalah Pangeran Jimat yang kemudian mengirim beberapa orang dari Sumenep untuk menempatinya (semacam Transmigrasi). Kamudian Pangeran Jimat juga pernah berjasa kepada pemerintah Belanda sewaktu peperangan dengan Pangeran Sidhing Kapal di Bangkalan. Jasa Pangeran Jimat diterima oleh Pemerintahan Belanda karena ia dapat memenangkan peperangan tersebut.

Pangeran Jimat meninggal pada tanggal 25 bulan Syaffar 1144 tahun Arab, 1656 tahun Jawa, 1725 tahun Masehi. Pangeran Jimat lalu digantikan oleh keponakannya yaitu Raden Apsara yang bergelar Pangeran Cakranagara III (Pangeran Lolos). Pangeran Jimat dikebumikan disebuah cungkup genteng sebelah selatan Pangeran Rama, dikumpulkan dengan saudaranya. Disebelah baratnya adalah makam Ratu Ari (Raden Ayu Aria Adipati Saccaadiningrat), meninggal pada tahun 1147 tahun Arab, 1659 tahun Jawa, atau 1728 tahun Masehi. Makam Pangeran Jimat terletak ditengah, sebelah timurnya adalah makam Ratu Wirawangsa (ibu Pangeran Lolos) yang meninggal 1139 tahun Arab, 1651 tahun Jawa atau 1720 tahun Masehi.

Cungkup tersebut berbentuk seperti rumah dan didepannya ada bangunan seperti pendapa. Kayu penyangga cungkupnya terbuat dari kayu disusun motif tumpang sari berukir dan alas gentengnya dicat warna emas. Didalam bangunan itu terdapat pula semacam gedek dari kayu dikanan-kiri pintu masuknya diukir bagus. Dibagian utara sebelah dalam cungkup juga terdapat gedek kayu berukir seperti diterangkan diatas dinamai alon-alon, ada juga disebelah dalam pintu masuk kira-kira tingginya setengah meter. Menurut kabar cungkup tersebut adalah pendapa kerajaan Pangeran Jimat tetapi kata sebagian orang Sumenep yang percaya menyebutkan bahwa itu adalah pendapa keraton Tumenggung Kanduruwan. Pekarangan cungkup itu kelihatannya angker meskipun pada keadaan siang hari.

Keraton dan Mesjid yang dibangun Tumenggung Kanduruwan di Karangduak sekarang sudah tidak berbekas karena sudah dijadikan hunian oleh penduduk sekitarnya. Kampung itu bernama kampung Karangsabu dan Kampung Karangdalem desa Karangduak.

Tak seberapa lama Pangeran Cakranagara III yang yang menjabat sebagai Raja di Sumenep kemudian mendapat suatu kesulitan menghadapi perang dengan seorang prajurit dari Bangkalan yang dibantu dengan punggawanya bernama Raden Buka. Nama prajurit dari Bangkalan itu adalah Pangeran Jurit. Setelah Pangeran Cakranagara mendengar kabar bahwa Pangeran Jurit menuju Sumenep untuk menantang perang ia memerintahkan Ajek Kabayan untuk mengumpulkan bala tentara dan membunyikan bendi perang. Setelah terkumpul maka berangkatlah mereka dibawah pimpinan seorang Menteri bernama Raden Tirtanagara.

Sesampainya di Desa Geddungan mereka bertemu dengan Pangeran Jurit dan lasykarnya. Raden Tirtanagara segera memberi isyarat bagi tentaranya untuk segera menyerang lasykar Bangkalan yang jumlahnya cukup banyak itu. Dalam peperangan itu banyak tentara Sumenep yang terbunuh dan luka-luka. Sebagian lagi memberi laporan kepada Pangeran Cakranagara, katanya : Hamba sudah tidak kuat lagi menghadapi lasykar dari Bangkalan yang demikian banyaknya. Sudah banyak prajurit Sumenep yang mati dan luka-luka.

Mendengar laporan itu sang Raja sangat murka lalu memerintahkan Patihnya katanya : Hai Patih, sekarang segera kamu hadapi Pangeran Jurit dan bawalah prajurit sebanyak empat puluh orang saja. Pilih diantara mereka yang perkasa. Ki Patih segera berangkat bersama Menteri sebanyak empat puluh dan lasykar empat ratus orang. Lama peperangan itu konon berlangsung delapan hari dan korban prajurit berjatuhan di kedua belah pihak. Melihat banyaknya korban maka keluarlah Pangeran Jurit ketengah pertempuran melawan Ki Patih sedangkan Raden Buka berhadapan dengan Raden Tirtanagara.

Tetapi kemudian Ki Patih bersama lasykarnya mundur dari pertempuran dan melapor halnya perang kepada Raja. Sedangkan Raden Tirtanagara tetap bertahan bersama lasykar sisanya. Kepada Pangeran Ki Patih berkata : Kami semua sudah tidak mampu melawan Pangeran Jurit karena selain banyak jumlah prajurit mereka juga sangat pandai dalam berperang. Raja Sumenep : Ada dimana sekarang Raden Tirtanagara ?? Ki Patih : Sekarang dia masih melakukan perlawanan. Tetapi menurut hamba tak mungkin perang akan dimenangkan karena lasykar Sumenep sudah banyak yang tewas dan luka-luka.

Raja Sumenep : Jadi bagaimana menurutmu, Patih ?! Ki Patih : Menurut hamba alangkah baiknya kalau paduka sendiri yang menghadapinya. Hamba semua bersedia mati kalau mendampingi paduka dalam pertempuran ini. Raja Sumenep : Kalau kalian sudah tak sanggup maka langkah yang lebih baik mari kita lari saja.

Sedangkan kepada Raden Tirtanagara perintahkan saja seseorang untuk menyusulnya. Katakan padanya bahwa aku bersama kamu telah lolos naik perahu. Setelah itu berangkatlah mereka menuju arah timur diiringi oleh orang-orang keraton. Sesampainya di Marengan mereka naik perahu menuju Surabaya. Maka dari itu a dia selanjutny disebut sebagai Pangeran Lolos.

Mendengar Raja Sumenep melarikan diri Raden Tirtanagara merasa sangat kesal karena dirinya masih merasa mampu menghadapi tentara musuh. Dengan raut muka memerah bara ia berkata kepada bala tentaranya katanya : Hai bala tentara Sumenep, aku kabarkan pada kalian bahwa paduka Raja dan Ki Patih sekarang telah meloloskan diri. Maka itu hentikan perang ini sekarang juga. Mari kita pulang. Tetapi hendaknya kalian jangan berkecil hati atas kejadian ini. Dilain hari aku yang akan memimpin perang sendiri dan akan kurebut kembali negara Sumenep. Kuharap kalian mengerti serta bersungguh hati supaya rakyat Sumenep tidak sampai jatuh dibawah pemerintahan Raja dari negara lain. Lasykar Sumenep setuju dan mereka pulang ke Sumenep.

Raden Buka selanjutnya memasuki kota dan memangku jabatan Raja menggantikan Pangeran Cakranagara III (Pangeran Lolos). Sejak dirinya menjabat Raja di Sumenep keadaan negara lalu tidak aman. Pencurian dan perampokan merajalela disamping pembunuhan dan kekurangan pangan. Oleh karena itu maka banyak rakyat kecil yang meninggalkan kota bahkan banyak yang lari ke lain negara. Keadaan menjadi kacau apalagi Raden Buka banyak merobah aturan dan kebiasaan yang telah lama dijalankan oleh tata pemerintahan terdahulu.

Pada suatu hari Raden Tirtanagara mengumpulkan seluruh tentaranya dan mengambil sumpah mereka. Sesudah itu dikirimkan sepucuk surat tantangan kepada Raden Buka. Setelah Raden Buka menerima surat Raden Tirtanagara ia sangat gusar lalu berpesan pada utusan pembawa surat, katanya : Katakan kepada Raden Tirtanagara “perbanyak senjata perangnya“. Bagiku dia hanya seperti jari kelingking yang remeh. Sekarang pulang dan katakan pada majikanmu. Utusan segera pulang dan menyampaikan apa pesan Raden Buka kepada Raden Tirtanagara.

Setelah mendengar kabar itu Raden Tirtanagara kembali mengumpulkan tentara lengkap dengan perkakas perangnya. Dilain pihak Raden Buka juga bersiap tetapi tidak memberitahu tentaranya dengan siapa mereka akan bertempur. Diiringi kelengkapan keraton berangkatlah Raden Buka ke medan pertempuran dengan menunggang kuda. Setelah mengetahui siapa musuh yang akan dihadapi maka terkejutlah tentara Sumenep yang ada dibawah pimpinan Raden Buka. Mereka saling bertanya karena lawan mereka juga orang Sumenep dibawah pimpinan Raden Tirtanagara.

Setelah Raden Tirtanagara melihat Raden Buka, secepat kilat ia maju. Setelah dekat dipukullah Raden Buka. Namun Raden Buka masih sempat berkata : Apakah engkau masih merasa kuat untuk melawanku ?? Kalau tak mau menyerah maka kamu akan segera temui ajal sebentar lagi. Raden Tirtanagara tak menjawab namun segera menyarangkan pukulan tombaknya. Raden Buka sempat terjungkal dan jatuh dari kudanya tapi tak sedikitpun tergores luka dibadannya. Sementara tentara dikedua belah pihak masih diam dan terheran-heran. Setelah beberapa waktu berselang Raden Buka tewas akibat terkena senjata Raden Tirtanagara dilambungnya.


Mungkin Menarik