Header Ads

49. Raden Tirtanagara Melakukan Serangan Balasan ke Bangkalan

Setelah itu Raden Tirtanagara lalu menjabat sebagai Raja sementara di Sumenep. Selanjutnya ia segera menulis surat untuk memberi kabar kepada Pangeran Cakranagara III bahwa negara Sumenep sekarang telah berhasil dia kuasai dan Raden Buka sudah tewas. Disebutkan pula bahwa pada saat itu dialah yang mewakili memegang tampuk pemerintahan di Sumenep. Pada saat itu situasi negara Sumenep kembali tenteram seperti sediakala.

 

Suatu hari diceriterakan bahwa Kanjeng Tuan Jenderal Baron Oyop datang ke Sumenep disambut oleh Raden Tirtanagara dengan upacara kerajaan. Jenderal Baron : Mengapa kamu yang menyambut ? Raden Tirtanagara : Benar, karena kami-lah yang sementara menggatikan paduka Raja. Jenderal Baron : Kemana gerangan beliau ? Raden Tirtanagara lalu menceriterakan awal peristiwa hingga akhirnya sebagaimana kejadian diatas.

 

Kanjeng Tuan Jenderal selanjutnya memerintahkan Raden Tirtanagara untuk melakukan serangan balasan ke Bangkalan dengan disertai serdadu Belanda sebanyak 250 orang selain ditambah tentara Sumenep sendiri sebanyak 1000 orang. Dalam penyerangan ke Bangkalan ini ikut pula seorang mayor memimpin serdadu Balanda dan dalam peperangan itu negara Bangkalan sempat dikalahkan serta pemerintahannya jatuh ketangan Kompeni Balanda.

 

Diceriterakan sekarang bahwa Pangeran Cakranagara III (Pangeran Lolos) telah mendapat ampunan Kompeni dan diangkat kembali menjadi penguasa di Sumenep. Rakyat Sumenep merasa bersyukur karena bekas Rajanya sudah kembali atas jasa dan bantuan Raden Tirtanagara. Sesampainya di Sumenep Pangeran Cakranagara mengadakan acara selamatan yang dihadiri oleh seluruh rakyat besar maupun kecil. Setelah berkumpul Pangeran Cakranagara berkata : Aku sekarang telah menjabat lagi sebagai Raja di Sumenep berkat pertolongan Raden Tirtanagara serta kesetiaan seluruh rakyat.

 

Ini adalah merupakan kebanggaan tersendiri bagiku dan semoga kalian semua tetap setia kepadaku sebagaimana kesetiaan yang ditunjukkan Raden Tirtanagara. Sejak Pangeran Cakranagara berkuasa kembali negara Sumenep semakin tenteram dan makmur serta rakyat patuh kepada perintah Rajanya.

 

Dilain tempat yaitu di negara Bangkalan diceriterakan bahwa ada seorang abdi tukang kuda (perawat kuda tunggangan Raja) bernama Pak Lesap. Pak Lesap ini tak ada lain cita-citanya selain ingin menjadi Raja yang bisa membawahi kerajaan-kerajaan lain. Dari sebab cita-citanya itu maka ia tak henti-hentinya memohon kepada Yang Kuasa dengan jalan melakukan puasa berhari-hari, mendatangi tempat-tempat sepi serta kuburan-kuburan keramat bahkan sering menyepi di goa-goa. Tak lama kemudian ia melarikan diri dari keraton dan bertapa di Gunung (bukit) Geger.

 

Kiyai Jiwantaka segera berangkat naik kuda tunggangan Raja ke Gunung Geger. Sesampainya disana ia bertemu dengan seorang laki-laki berpakaian putih mulus sedang duduk bertapa dibawah sebuah pohon yang rindang. Setelah diperhatikan lama-lama Kiyai Jiwantaka ingat bahwa laki-laki yang dijumpainya itu adalah bekas bawahannya yaitu pengasuh kuda Rajanya yang bernama Pak Lesap.

 

Namun Pak Lesap sudah lupa kepada Kiyai Jiwantaka maka itu ia bertanya : Siapakah tuan. Dan apa maksud tuan datang kemari. Kiyai Jiwantaka : Aku adalah bekas atasanmu di keraton Bangkalan bernama Kiyai Jiwantaka. Pak Lesap : Janganlah tuan marah karena kami sudah lupa setelah lama kita berpisah. Kiyai Jiwantaka : Kapan engkau menetap disini ? Pak Lesap : Sudah lama. Mari silakan Kiyai duduk disini. Kiyai Jiwantaka lalu duduk berhadap-hadapan dengan Pak Lesap seperti layaknya orang sedang bertamu.

 

Pak Lesap : Sebenarnya saya sangat bangga didatangi tuan dan rasa syukur kami kepada Yang Kuasa karena tuan telah sudi menjenguk kami. Kiyai Jiwantaka : Sebetulnya aku kesini ada kepentingan padamu. Dan kalau kamu suka memenuhi permintaanku maka aku seperti mendapat segunung emas. Pak Lesap : Apakah gerangan permintaan itu ? Kiyai Jiwantaka : Aku diutus paduka Raja untuk membawamu ke keraton. Tentang kepentingannya apa aku belum tahu. Aku hanya diutus dan kedudukanku hanya sebagai utusan. Pak Lesap : Seandainya bukan Kiyai yang diutus tentu kami tidak mau menghadap. Mari kita berangkat.

 

Selanjutnya berangkatlah Pak Lesap dengan senjata Songre’ (semacam arit kecil) yang diselipkan dipunggungnya menuju keraton dan langsung menghadap Raja diiringi Kiyai Jiwantaka. Raja Bangkalan : Apa kerjamu di Gunung Geger ?! Pak Lesap : Hamba melakukan perdukunan (menjadi dukun) disamping bertani menanam jagung, lombok, terung, ubi, talas dan semacamnya. Raja Bangkalan : Apa engkau dapat menyembuhkan sesuatu penyakit ? Pak Lesap : Ya, bisa sedikit-sedikit dan terkadang banyak juga yang berhasil sembuh.

 

Raja Bangkalan : Mulai sekarang kamu jangan kembali lagi ke Gunung Geger dan tinggallah saja dikota. Aku sediakan bagimu rumah yang bagus serta akan kubuatkan langgar sebagai tempat untukmu mengajar ngaji. Tentang makan dan keperluan sehari-hari akan kujamin semuanya dan aku juga akan menganugerahkan kepadamu sebanyak duaratus orang perdikan. Tinggallah didesa Pajagan dan desa itu menjadi hakmu. Pak Lesap : Atas semua anugerah yang telah paduka berikan hamba menghaturkan banyak terimakasih, semoga paduka tetap kasih pada hamba.

 

Kemudian Raja Bangkalan memanggil Mas Aria Mancanagara dan Kiyai Wanayuda. Kepada mereka diperintahkan untuk membuat sebuah rumah dan langgar didesa Pajagan untuk Pak Lesap. Setelah rumah dan langgar selesai Pak Lesap diantar untuk mendiaminya. Sejak ada dirumah itu Pak Lesap menjadi terkenal. Banyak orang datang untuk mengobati penyakitnya bahkan ada yang minta jimat sebagai penglaris dagangannya. Kebanyakan orang-orang yang datang dari luar negara Bangkalan dan mereka berhasil mencapai maksudnya.

 

Tetapi dengan kegiatan itu Pak Lesap belum puas hatinya. Ia terus menjalankan tapanya. Kalau siang ia berpuasa dan malam hari ia tidak tidur. Maksud dan cita-citanya tiada lain kecuali ingin menjadi seorang Raja Agung yang dapat membawahi negara-negara seperti misalnya negara Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Gresik, Lamongan, Sedayu, Bangil, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Probolinggo, Panarukan dan juga Bali.

Pada suatu malam Pak Lesap berpikir begini : Kalau terus aku jadi dukun disini sudah tentu tak akan tercapai cita-citaku. Dari sebab itu maka pada suatu tengah malam Pak Lesap melarikan diri dan tak ada seorangpun yang tahu.

 

Ia menuju kearah timur dan kalau pagi tiba ia bersembunyi digoa-goa yang terlindung seperti digoa Gunung Kampek karena takut diketahui orang termasuk para punggawa karaton Bangkalan yang sudah tentu ditugaskan untuk mencarinya. Kalau hari mulai gelap ia melanjutkan perjalanannya lagi. Setiap hari ia lakukan seperti itu sampai akhirnya Pak Lesap tiba di Goa Pajudan dan melangsungkan tapanya disana.

 

Setelah Raja Bangkalan mengetahui kalau Pak Lesap lari, maka ia memerintahkan para punggawanya untuk mencari. Dicarinya Pak Lesap kebukit-bukit, kehutan dan goa-goa tetapi usahanya tak berhasil.

 

Di Goa Pajudan Pak Lesap bertapa dengan cara menghadapkan dirinya kesegala arah. Ia menghadap kearah barat masing-masing selama empatpuluh hari, ketimur, keselatan, keutara, keatas, kebawah, bahkan menggantung diatap goa dengan kedudukan kepalanya ada dibawah. Tak lama kemudian apa yang diinginkan Pak Lesap terkabulkan. Pak Lesap diberi kemampuan ilmu tembus pandang. Ia dapat mengetahui sesuatu hal yang belum terjadi serta diijinkan menjadi Raja untuk membawahi negara-negara sebagaimana yang diinginkannya tadi.

 

Dari sebab itu dia mencoba kedigjayaannya seperti : Kalau anjing ia sebut kambing maka anjing lalu menjadi kambing. Kuda disebut sapi maka kuda itu lalu menjadi sapi. Ayam dikatakan burung lalu ayam jadi burung, batu dikatakan emas lalu batu jadi emas bahkan burung yang terbang-pun dapat dipanggilnya turun. Karena itu Pak Lesap lalu banyak pengikutnya dan mereka terdiri dari orang-orang disekitar tempat tapanya. Pak Lesap kemudian mengangkat Menteri sebanyak empatpuluh orang diantaranya diberi gelar Gunturgeni, Gunturgunung, Sengnga Amok, Sengnga Rangsang dan sebagainya.

Diberdayakan oleh Blogger.
close