52. Pak Lesap Keluarkan Kesaktiannya
Sekejap saja tentara Pak Lesap banyak yang tersungkur dan tewas bermandi darah terkena peluru-peluru yang dimuntahkan senapan dan meriam musuhnya. Mereka terus ditekan dan tidak diberi kesempatan untuk mengadakan perlawanan. Orang-orang Sampang dan Baliga yang sebelumnya berdiri dibelakang Pak Lesap akhirnya menyerah pada Pangeran Cakraningrat V. Hanya tinggal orang-orang Pamekasan dan Sumenep yang terus bertahan dipihak Pak Lesap.
Para Menteri Pak Lesap yang empat puluh orang sekarang mulai khawatir dan berkata kepada Pak Lesap : Kami rasa bahwa kemenangan sekarang bukan lagi dipihak kita. Orang-orang Sampang dan Baliga sudah menyerah kepada musuh. Apalagi sekarang Pangeran Cakraningrat sedang membawa tombak pusaka si Nanggala dan si Talagura.
Kedua pusaka sakti itu sekarang telah terhunus dan mengeluarkan warna merah membara. (Ceritera orang-orang kuno bahwa, kalau kedua pusaka itu dibawa berperang dan dari padanya keluar warna merah membara maka itu pertanda bahwa perang akan dimenangkan). Maka itu kalau jadi kerelaan paduka lebih baik mari kita kembali saja ke Sumenep. Paduka menjadi Raja di Sumenep dan Pamekasan dan dari sana nanti kita atur perlawanan lagi. Kalau sekarang besar kemungkinan kita akan kalah. Paduka bersama kami dan seluruh lasykar sudah tentu akan tewas secara menyedihkan.
Pak Lesap : Ayo, sekarang aku yang akan menghadapinya sendiri dan saksikan tentang keprajuritanku. Keempat puluh Menteri Pak Lesap menuruti kehendak tuannya. Namun hati mereka tetap khawatir. Tak berapa lama kemudian maka terjadilah perang tanding. Tentara Pak Lesap maju lagi tapi dalam sekejap mereka tewas tertembus peluru Kompeni sedang sebagiannya lagi lari dan berlindung dibelakang Pak Lesap.
Dengan begitu kamudian Pak Lesap mengeluarkan kesaktiannya dan datanglah kemudian hujan deras dan angin kencang serta gelaplah arena pertempuran. Namun dengan hanya mengibas-ibaskan si Nenggala cuaca menjadi terang kembali. Keempat puluh Menteri Pak Lesap segera menyerang kelompok tentara Kompeni. Serangan mendadak itu mengakibatkan beberapa serdadu Kompeni maupun sejumlah Menteri Pak Lesap tewas.
Serdadu Kompeni yang masih tersisa maju kedepan, sedangkan beberapa Menteri dipihak Pak Lesap mundur. Pada saat mereka mundur itulah kemudian disambut dengan tombak oleh para Kapetteng yang sudah lebih dulu mengepungnya. Melihat kejadian itu Pak Lesap makin kalap. Ia keluarkan kesaktiannya lagi maka bersambaran-lah halilintar sehingga para serdadu Kompeni banyak yang pingsan.
Namun Pangeran Cakraningrat V tak beranjak dari tempatnya. Dikibaskannya lagi tombak si Nanggala maka lenyap pula petir-petir itu dari langit. Tentara Bangkalan merangsek semakin maju sedang sebaliknya musuh semakin mundur.
Pak Lesap berdoa lagi. Sekejap kemudian datanglah beribu-ribu tentara dengan rupa bermacam-macam. Mereka adalah bangsa jin. Tetapi dengan sekali kibasan tombak si Nanggala dan si Talagura maka makhluk jadi-jadian itupun musnah. Merasa usahanya gagal maka kemudian Pak Lesap mengamuk dengan senjata Kodhi’. Senjata itu selanjutnya dilepas oleh Pak Lesap maka tersungkurlah berpuluh-puluh prajurit Bangkalan yang tertebas lehernya oleh senjata itu.
Senjata Kodhi’ itu kemudian terbang kearah Cakraningrat namun dengan cekatan si Pangeran mengibaskan si Nanggala sehingga senjata Pak Lesap itu patah dan jatuh ketanah. Senjata itu kemudian diambil oleh seorang Menteri dan diserahkan pada Pangeran Cakraningrat. Dengan peristiwa itu pucatlah wajah Pak Lesap.
Bala tentara Bangkalan kemudian maju sambil bersorak-sorai sampai-sampai tentara Pak Lesap tinggal sedikit. Saat itu tentara Pak Lesap bermaksud menyerah, tetapi Pak Lesap sendiri masih terus melakukan perlawanan. Akhirnya Pak Lesap maju kearah Cakraningrat dengan menusukkan senjatanya. Tetapi pada jarak kira-kira satu tombak Pak Lesap disambut dengan si Nanggala oleh Pangeran Cakraningrat. Pak Lesap terkena dadanya, jatuh tersungkur terus meninggal.
Pangeran Cakraningrat V lalu turun dari kudanya dan memotong kepala Pak Lesap. Sedangkan tubuh Pak Lesap diikat dijembatan Ormang yang letaknya disebelah timur benteng. Sesudah Pak Lesap tewas sisa tentaranya lari menyelamatkan diri.
Dilain tempat yaitu dinegara Sumenep, setelah Pangeran Cakranagara meloloskan diri lalu diganti oleh seorang Ratu dengan gelar Tumenggung Tirtanagara. Dia adalah adik Pangeran Jimat. Sedangkan yang menjadi Patihnya ialah saudara sepupunya sendiri yang lebih tua bernama Raden Purwanagara.
Sementara saat itu ada pula seorang alim dan keramat bergelar Pangeran Katandur (nama ini diambil dari kesukaannya terhadap tanam-tanaman, tandur = menanam atau nandur). Ia adalah putera Panembahan Pakaos dinegara Kudus. Panembahan Pakaos ini adalah anak Sunan Kudus atau cucu Sunan Andung. Sunan Andung bersaudara dengan Sunan Paddusan di Sumenep, sama-sama putera Usmanhaji.
Diceriterakan bahwa pada saat Pangeran Katandur tiba di Sumenep keadaan negara ini sedang ditimpa kekeringan. Tanaman kering bertahun-tahun. Melihat itu Pangeran Katandur lalu turun kesawah ikut bertani. Hasil tani Pangeran ini sangat melimpah sehingga sebagian hasilnya dibagi-bagikan kepada para petani disekitarnya.
Oleh sebab itu banyak petani yang berusaha untuk bisa dekat dengannya sebab tanaman lain banyak yang gagal. Mereka juga ingin tahu ilmu dan tatacara bertani disamping ada pula yang minta jimat demi keberhasilan usaha taninya. Orang-orang yang datang ke Pangeran Katandur konon banyak yang berhasil sehingga ia dikenal oleh orang-orang termasuk dari negara lain.
Tiap hari tak ada putusnya orang yang berkunjung kerumah Pangeran itu sekaligus banyak pula yang belajar kitab suci Alqur’an serta kitab-kitab pelajaran agama Islam lainnya. Mulai saat itu orang-orang Sumenep lalu banyak yang taat beribadah dan beriman. Siapa saja yang dekat dengan Pangeran Katandur dan taat mengikuti perintahnya banyak yang makmur hidupnya sedangkan yang tidak tentu akan selalu menemui kesulitan.
Pangeran Katandur ini katanya seorang wali Allah dan bertuah ucapan-ucapannya. Maka dari itu tentang kekeramatannya masih ada tanda-tandanya sampai sekarang dengan masih banyaknya orang yang berziarah kemakamnya.
Pangeran Katandur mempunyai tiga orang putera :
- Kiai Hatib Paddusan, bertempat tinggal di kampung Paddusan.
- Kiai Hatib Sendang, berdiam di Sendang. Sampai sekarang Sendang masih tetap menjadi pesantren dan banyak santri yang belajar ilmu agama Islam disana.
- Kiai Hatib Karanggan, berdiam di kampung Karanggan.
(bersambung)
Post a Comment