58. Pangeran Panggung Keluarkan Perintah: Seluruh Batas dan Lorong Menuju Keluar Kota Dijaga.
Ilustrasi |
Setelah Ki Mangon meninggal Inggris tidak menduduki Sumenep karena tak lama kemudian Madura diserahkan kembali oleh Inggris kepada Belanda (Penyerahan tanah Hindia tahun 1816 Masehi).
Disebutkan bahwa Panembahan Somala wafat pada tanggal 2 bulan Maulud 1230 tahun Arab, atau 1743 tahun Jawa dan jenazahnya dikubur disebuah cungkup yang dinamakan orang Sumenep sebagai Astaraja atau lazim disebut cungkup Sultan. Sesudah Panembahan Somala wafat, Pangeran Natanagara saling berebut dengan saudara tuanya (kakaknya) untuk menduduki tahta kerajaan.
Saudara tuanya yaitu Pangeran Nataningrat (Pangeran Panggung) berkata pada adiknya katanya : Dik, kalau nanti kamu jadi Raja maka jangan kau hiraukan anakku. Begitu juga kalau aku berhasil menjadi Raja maka anak-anakmu tak akan aku hiraukan juga. Pangeran Natanagara : Duh, kanda adik tak pernah menyiratkan maksud seperti itu. Bahkan dinda menginginkan kalau dinda nanti menjadi Raja akan adik tolong putera kakanda. Sebab kalau keluarga dinda atau kakanda menderita sudah tentu kita semua akan mendapat malu.
Karena Pangeran Panggung lebih tua maka rakyat Sumenep cukup segan padanya apalagi disangka dia yang akan diangkat menjadi Raja.
Kemudian pada saat itu Pangeran Panggung mengeluarkan perintah bahwa : Seluruh batas dan lorong-lorong yang menuju keluar kota dijaga. Kalau ada punggawa terutama punggawa dari Pangeran Natanagara (adiknya) ia perintahkan untuk ditangkap dan kalau mengadakan perlawanan diperintahkan untuk dibunuh. Penjagaan ini dimaksudkan untuk mencegah supaya tak seorangpun dapat lolos ke Semarang untuk melaporkan keadaan.
Namun pada saat itu konon ada seorang Menteri dari pihak Pangeran Natanagara bernama Kiai Bajulaksana yang sanggup dan berani menerobos penjagaan itu dengan cara menyamar untuk memberitahu keadaan negara Sumenep ke Semarang. Dari itu Pangeran Natanagara lalu menulis surat yang ditujukan kepada Hooft Regent di Semarang yaitu Kanjeng Kiai Adipati Suraadimenggala.
Setelah itu surat dimaksud diserahkan kepada Kiai Bajulaksana dan berangkatlah sang Menteri dengan menyamar sebagai orang peminta-minta. Ia berhasil lolos keluar dari kota dan sesampainya di Semarang surat itu diserahkannya langsung kepada Kanjeng Kiai.
Kiai Adipati Semarang yang masih sepupunya tetapi kemudian dijadikan mertua oleh Pangeran Natanagara ini menjadi pembesar ditanah Jawa dengan pangkat Dellir. Pangeran Natanagara selanjutnya berhasil diangkat sebagai Bupati Sumenep pada 1743 tahun Jawa. Karena jasa-jasanya Kiai Bajulaksana selain diberi hadiah berupa sebuah desa Tempe’ (sekarang desa Tambaksari), ia juga diangkat sebagai Menteri Utama yang selalu dituruti apa permintaannya oleh Pangeran Natanagara.
Tak lama kemudian Tuan Mester Raffles (berpangkat Letnan Gubernur dan menjadi Gubernur dari tahun 1811 sampai tahun 1816 Masehi) datang ke Sumenep dan mengangkat Pangeran Natanagara menjadi Panembahan Natakusuma II. Setelah tanah Jawa dikuasai Belanda (pada jaman pemerintahan Baron Van der Capellen di tahun 1816 sampai tahun 1819 Masehi. Van der Capellen ini berpangkat Komisaris Jenderal bersama Elout dan Buijskes dimana saat itu tanah Jawa tidak ada Gubernur Jenderal atau Lentan Jenderalnya.
Tetapi pada tahun 1819 Van der Capellen lalu diangkat menjadi Gubernur Jenderal sampai pada tahun 1826 Masehi). Tuan Van der Capellen menjadi Gubernur Jenderal di Jawa pada 1744 tahun Jawa dan Panembahan Natanagara diangkat menjadi Adipati Natakusuma II.
Pada 1752 tahun Jawa Panembahan Adipati Natakusuma II kemudian diperintahkan berperang ke Selebes (Sulawesi) bersama Jenderal Van Hien dengan membawa bala tentara cukup banyak dari Sumenep. Dalam peperangan itu Selebes dapat ditaklukkan. Setelah tujuh bulan lamanya Panembahan Adipati Natakusuma II ini ada di Selebes ia lalu pulang ke Sumenep.
Masih baru dua hari di Sumenep kemudian dia dipanggil lagi ke Semarang bersama bala tentaranya dan diperintahkan berperang melawan Pangeran Dipanagara di di Yogyakarta. Ia bersama Jenderal Mayor Van Hien menumpas pemberontakan Pangeran Dipanagara ini pada tahun 1825 Masehi. Setelah selama dua bulan di Yogyakarta ia lalu dipanggil lagi oleh Gubernur Jenderal Van der Capellen ke Betawi.
Disana ia diangkat lagi menjadi Sultan Pakunataningrat I. Setelah kembali dari Betawi ia kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan peperangan dengan Pangeran Dipanagara. Sampai lima tahun lamanya Pangeran Dipanagara baru bisa ditangkap dan dibawa ke Sumenep.
Tetapi karena di Sumenep Pangeran Dipanagara tak henti-hentinya melakukan tapa dan sering melakukan ziarah serta suka bermalam di Asta-Asta (makam-makam keramat) maka kemudian oleh Gupermen ia dipindahkan ke Manado pada tahun 1830 Masehi.
Beberapa lama kemudian Sultan Pakunataningrat I mendapat ganjaran bintang Commendeur der orde van den Nederlandse Leeuw dan ia diangkat lagi sehingga berpangkat Jenderal Mayor.
Setelah itu Kiai Adipati Semarang lalu meminta perlop (cuti) dan bersama keluarganya pulang ke Sumenep sampai wafatnya. Ia meninggal pada tanggal 25 bulan Haji 1242 tahun Arab atau 1755 tahun Jawa dan jazadnya dimakamkan di Asta Tinggi dalam sebuah cungkup genteng sebelah kanan jalan menuju Asta Sultan.
Putera-putera Kiai Adipati Suraadimenggala yang ada di Sumenep :
1. Raden Ayu Sultan Sumenep.
2. Raden Adipati Pringgalaya (Rijksbestuurder, Patih di Sumenep).
3. Raden Panji Mertasura.
4. Raden Panji Mertapura.
5. Raden Panji Mertakusuma.
6. Raden Gandasasmita.
7. Raden Mertawijaya.
8. Raden Ayu Penghulu Zainal Abidin.
9. Raden Ayu Panji Sastradipura (Jaksa).
10. Raden Ayu Panji Mertaraddja.
Raden Adipati Pringgalaya mempunyai putera :
1. Raden Tumenggung Aria Mangkukusuma (Rijksbestuurder, Patih di Sumenep) menggantikan Raden Adipati Pringgalaya.
2. Raden Ayu Tumenggung Aria Purwanagara, Bupati Pulau Kangean Sumenep.
3. Raden Aria Sudjanakusuma.
4. Raden Panji Mertalaya.
5. Raden Panji Mertakusuma (Raden Dindang) ada di Padang.
6. Raden Panji Kusumabrata.
7. Raden Panji Tirtakusuma.
8. Raden Panji Mlajakusuma (Pensiun Wedana Kota).
9. Raden Panji Pringgajuda.
10. Raden Panji Djajabrata (ada di Kediri).
11. Raden Panji Mangkukusuma.
12.Raden Ayu Tumenggung Aria Surawinata (bersuamikan putera seorang Panembahan Pamekasan yang berada di Sumenep).
13. Raden Ayu Anggadiwirja (1).
14. Raden Ayu Mertasarana (1).
15. Raden Ayu Djajasasmita (1).
16.Raden Ayu Aria Djajakusuma (bersuamikan seorang putera Panembahan Pamekasan).
17. Raden Ayu Sumajuda.
18. Raden Ayu Nitidiredja (Asisten Wedana).
19. Raden Ayu Danukusuma (Kepala Wedono Giligenteng).
20. Raden Ayu Ardikusuma.
21. Raden Ayu Anggjaya.
22. Raden Ayu Anggadiwirja (2).
23. Raden Ayu Djajasasmita.
24. Raden Ayu Mertasarana (2).
Diterangkan bahwa angka (1) setelah meninggal digantikan oleh angka (2).
Sultan Pakunataningrat I meninggal pada tanggal 3 Rajab 1782 tahun Jawa atau 1270 tahun Arab dan dikuburkan di cungkup Panembahan Somala tepat disebelah timurnya.
Sedangkan putera laki-laki Sultan Pakunataningrat I adalah :
1. Panembahan Natakusuma III berpangkat Kolonel, Bupati Sumenep.
2. Pangeran Aria Suryasinerrangengrana berpangkat Letnan Kolonel (Pangeran Letnan) .
3. Pangeran Aria Suryasinerrangengyuda berpangkat Kolonel (Pangeran Meriam).
4. Pangeran Aria Suryamataram.
5. Pangeran Aria Suryasinerrangengalaga berpangkat Kolonel.
6. Pangeran Aria Kusumadiputra.
7. Pangeran Aria Suryaadiputra.
8. Pangeran Aria Suryaamijaya.
9. Pangeran Aria Candraningprang (Pangeran Langsir).
10. Raden Aria Jayawinata, Hajji.
11. Raden Aria Prawirakusuma.
12. Raden Aria Tirtakusuma.
13. Raden Aria Jayakusuma.
14. Raden Aria Atmaningkusuma.
Raden Aria Atmaningkusuma putera-putera perempuannya :
1. Ratu Moncol, isteri dari Raden Adipati di Pamekasan yaitu ibu dari Adipati
Pamekasan.
2. Raden Ayu Adipati Pekalongan.
3. Raden Ayu Aria Jayengrana (Patih di Sumenep).
4. Raden Ayu Adipati Rembang.
5. Raden Ayu Pangeran Gembung (Pasuruan).
6. Raden Ayu Tameng Mangkukusuma (Rijksbestuurder).
7. Raden Ayu Adipati Lasem.
Post a Comment