Alkisah Pada jaman dahulu kala diceriterakan ada sebuah Kerajaan di Sumenep di bawah pemerintahan Pangeran Mandaraga karena tempat pemeri...

1. Pemerintahan Pangeran Mandaraga

Alkisah Pada jaman dahulu kala diceriterakan ada sebuah Kerajaan di Sumenep di bawah pemerintahan Pangeran Mandaraga karena tempat pemerintahannya di Mandaraga. Pangeran Mandaraga mempunyai dua orang putera bernama : Pangeran Bukabu, berkedudukan di Bukabu dan Pangeran Baragung karena ia berkedudukan di Baragung.

Tak lama kemudian Pangeran Mandaraga wafat dan jenazahnya dikebumikan di Mandaraga (sekarang Mandaraga menjadi nama kampung di desa Keles Kecamatan Ambunten). Tempat tersebut oleh orang-orang lazim dinamakan Asta (kuburan) Patapan karena sejak jaman dulu tempat itu sering ditempati orang untuk bertapa (bersamadi).

Ringkas ceritera kedua putera Pangeran Mandaraga yaitu Pangeran Bukabu dan Pangeran Baragung wafat. Pangeran Bukabu dimakamkan di Bukabu (sekarang Bukabu menjadi nama sebuah desa di Kecamatan Ambunten) sedangkan Pangeran Baragung dimakamkan di Baragung (sekarang Baragung menjadi nama sebuah desa masuk wilayah Kecamatan Guluk-Guluk).

Pangeran Baragung meninggalkan seorang puteri bernama Endang Kilangen yang dinikahkan dengan Brahmakanda. Kemudian Endang Kilangen mempunyai seorang putera bernama Wagungrukyat. Setelah Wagungrukyat cukup dewasa maka ia dinobatkan sebagai Raja di Sumenep dengan gelar Saccadiningrat yang pusat pemerintahannya berkedudukan di Banasare (sekarang Banasare menjadi nama sebuah desa di Kecamatan Rubaru).

Pangeran Saccadiningrat kemudian memperisteri saudara sepupu ibunya yaitu puteri tunggal Pangeran Bukabu bernama Dewi Sarini. Berselang beberapa waktu kemudian Pangeran Saccadiningrat mempunyai seorang anak perempuan bernama Dewi Saini dengan julukan Puteri Kuning. Julukan ini diberikan karena selain kulitnya yang kuning tiada banding lagi pula kecantikan wajahnya yang tiada tara.

Setelah Puteri Kuning cukup dewasa kemudian kedua orang tuanya hendak mengawinkan puterinya akan tetapi Puteri Kuning menolak dengan alasan ia masih belum mempunyai keinginan untuk berumah tangga. Dia kemudian lebih suka bersamadi. Kemudian atas permohonannya Puteri Kuning mendapat restu ayah dan ibunya untuk bertapa.  Setelah berpamitan maka berangkatlah ia bersama ketiga orang pengasuhnya yang setia untuk bertapa. Tak lama kemudian ia tiba disuatu goa yang terletak di puncak Gunung Pajuddan.

Dikisahkan ada dua orang bersaudara ahli bertapa putera Raja Pandita bernama Adipoday yang bertapa di Gunung Gegger (Bangkalan) dan Adirasa yang bertapa diujung rumput Alang-alang (lalang,mad.). Sementara itu keadaan Puteri Kuning yang sedang menjalankan samadinya di Goa Pajuddan sekarang telah berjalan tujuh hari tujuh malam lamanya dengan meninggalkan makan dan minum.

Di suatu malam tatkala Puteri Kuning mengantuk hingga tertidur ia bermimpi didatangi seorang pemuda kesatria yang berwajah amat tampan lagi perkasa dan ia mengaku bernama Adipoday. Dalam mimpinya ia bersama Adipoday kumpul tidur berdua. Pada saat itu juga Puteri Kuning terjaga dan terkejut karena setelah melihat kesekeliling dan mencari orang yang berada didalam mimpinya tapi tak seorangpun yang nampak.

Keesokan harinya saat matahari memancarkan sinarnya disebelah timur ia bersama ketiga orang pengasuhnya kembali kekeraton. Tak lama kemudian Puteri Kuning merasakan adanya perobahan pada dirinya. Lama kelamaan semakin nampak dan perutnya semakin besar. Mendengar kalau puterinya mengandung  Pangeran Saccadiningrat amat murka sehingga ia memerintahkan supaya puterinya dibunuh karena ayah dan ibuya sudah tak tahan dan takut menanggung rasa malu terhadap Raja-Raja yang lain apabila kabar ini diketahui. Akan tetapi masud ayahnya untuk membinasakan nyawa puterinya itu dapat digagalkan karena ada seorang Patih yang melarangnya.

Setelah kandungan Puteri Kuning genap bulannya dan tiba saatnya melahirkan maka pada suatu malam Puteri Kuning melahirkan seorang bayi laki-laki dengan tidak meninggalkan bekas darah dan ari-ari. Wajahnya tampan seperti wajah orang yang pernah dikenal dalam mimpinya dulu. Dengan diliputi rasa khawatir dan ketakutan lagi pula Puteri Kuning merasa malu pada ayah dan ibunya karena takut disangka dirinya berbuat yang tidak baik maka kepada Embannya bayi tadi diperintahkan untuk dibuang ketengah hutan seraya berkata; “Mbok, bayi ini supaya kamu buang saja kehutan yang jauh dari tempat ini.

Tetapi aku minta supaya bayi ini tidak kamu buang ditempat binatang buas sebab aku takut kalau nanti dimangsanya”. Si Emban segera menggendong bayi tadi dan dibawanya menyelinap di kegelapan malam menuju hutan. Seteleh fajar diufuk timur menampakkan cahayanya bayi tadi diletakkannya dibawah pohon yang amat rindang dan ditutupi dengan dedaunan. Kemudian dia segera pergi meninggalkan bayi itu tergolek diatas tanah seorang diri. Setiba di Keputren Puteri Kuning menanyakan tentang bayinya saat dibuang kehutan oleh Embannya dan si Emban menjawab seperti yang telah diutarakan tadi.

Diceriterakan di desa Pakandangan (Kandangan) ada seorang Empu yang hidup bersama isterinya bernama Empu Kelleng. Ia sebagai seorang pandai besi lagi pula ia mempunyai kerbau berpuluh-puluh ekor banyaknya. Empu Kelleng tidak memiliki anak sampai ia berusaha kedukun-dukun akan tetapi sia-sia belaka. Sebelum ia pergi ketempat kerjanya sebagaimana biasa ia selalu membuka pintu kandang kerbaunya terlebih dulu untuk digembalakannya kehutan. Begitu pula kalau hari telah hampir senja pada saatnya kerbau-kerbau itu akan kembali kekandangnya. (bersambung)


***

Mungkin Menarik