Salah satu diantara kerbau Empu Kelleng ada seekor yang bulunya putih. Sewaktu bayi Puteri Kuning dibuang kehutan kerbau itu baru saja me...

2. Empu Kelleng Mempunyai Anak Bernama Jakatole

Salah satu diantara kerbau Empu Kelleng ada seekor yang bulunya putih. Sewaktu bayi Puteri Kuning dibuang kehutan kerbau itu baru saja menyapih anaknya netek. Dengan kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa maka setiap pagi setelah dilepas untuk digembalakan kerbau yang bulunya putih itu cepat-cepat berlari dan meninggalkan kerbau yang lainnya. Ia terus berlari menuju tempat dimana bayi Puteri Kuning berada untuk disusui. Selagi menyusui bayi itu ia juga menjaga keselamatan bayi ini dari binatang buas. Demikianlah perbuatan kerbau itu setiap hari dan apabila tiba saatnya pulang kekandangnya ia juga sering terlambat.

Oleh karena itu Empu Kelleng merasa curiga terhadap tingkah laku kerbaunya itu. Setelah beberapa hari Empu Kelleng meneliti maka Empu Kelleng dalam pikirannya berkata : Sudah beberapa hari kerbau putih itu bertingkah aneh. Setiap pergi kehutan untuk merumput ia sering mendahului kerbau-kerbau lainnya. Tapi setelah kembali kekandangnya ia selalu terlambat. Tetapi perutnya masih kelihatan lapar. Ini pasti ada sesuatu yang tak beres. Biar besok pagi akan kuselidiki apa kiranya yang terjadi.

Keesokan harinya dipagi buta sebagaimana biasa kerbau-kerbaunya dilepas kembali dari kandangnya. Dari belakang Empu Kelleng mengikuti kemana kerbau putih itu pergi tetapi agak jauh jaraknya sebab dia hanya ingin tahu apa sebab-sebabnya. Kemudian dilihatnya kerbau berbulu putih itu sedang berlari menuju ke suatu tempat. Dibawah pohon yang amat rindang kerbau itu berhenti. Empu Kelleng mempercepat langkahnya menuju tempat itu dan setelah tiba disana ia melihat seorang bayi laki-laki sedang disusui oleh kerbaunya. Wajah bayi itu nampak tampan bercahaya.

Betapa senang hati Empu Kelleng sehingga bayi tadi kemudian dibawanya pulang. Kegembiraannya tak dapat dilukiskan apalagi selama ini dia memang tak mempunyai anak. Setiba dirumahnya bayi tadi diberikan kepada isterinya. Demikian pula isterinya yang tampak sangat merindukan tangis bayi maka sangat gembira hatinya menerima bayi itu. Ia segera memangku bayi itu dan tak henti-henti menciuminya. Kemudian Nyi Empu minum jamu dengan maksud agar supaya ia bisa menyusui sendiri bayinya akan tapi sia-sia sebab dirinya sudah berusia lanjut. Jadi setiap harinya bayi itu hanya diberi air susu dari kerbau yang berbulu putih itu. Taklama kemudian bayi tadi diberi nama Jakatole (Agus Tole).

Semenjak Empu Kelleng mempunyai anak Jakatole tak henti-hentinya tamu berdatangan dengan membawa oleh-oleh. Ada yang memberi uang sampai lima riyal untuk disuruh belikan baju Jakatole. Semenjak Empu Kelleng punya anak keadaannya tidak kurang suatu apa bahkan hanya melalui pemberian orang-orang  yang besuk saja ia kemudian menjadi orang yang mampu.

Diceriterakan sekarang bahwa Puteri Kuning bermimpi kedatangan orang yang dulu lagi bahkan sampai tidur berdua. Sejenak Puteri Kuning terbangun. Ia sangat gelisah mengingat mimpinya itu karena takut kehamilan yang pernah dialaminya dulu terulang lagi. Dalam pikirannya ia berkata ; Kalau aku hamil lagi tak ayal aku akan dibunuh oleh ayah dan ibuku sebab mereka tentu menyangka bahwa aku telah mempunyai kekasih “maling sakti”.

Dari itu ia lalu menangis sejadi-jadinya sehingga terdengar oleh inang pengasuhnya dan mereka bertanya ; “Mengapa paduka puteri terbangun ditengah malam begini dan menangis ? Setahu hamba kalau paduka puteri terbangun dari tidur langsung mengambil wudlu terus shalat dan membaca Qur’an sampai pagi. Puteri Kuning berkata ; Nyi aku bermimpi. Dan selanjutnya dituturkanlah semua mimpi yang dialaminya termasuk apa sebabnya ia menangis. Nyi Emban berkata begini :  “Paduka puteri jangan khawatir”. Memang benar macan itu galak, tapi sejak dahulu hamba belum mendengar ada induk macan yang makan anaknya.

Singkat cerita Puteri Kuning lalu hamil lagi tetapi ayah dan ibunya tidak berkata apa-apa. Mereka menyangka penyakitnya yang dulu kambuh lagi. Setelah kandungan Puteri Kuning genap bulannya maka ditengah malam tepat pada bulan purnama lahirlah seorang bayi laki-laki lagi dan wajahnya tidak beda dengan Jakatole. Bayi tersebut kemudian diperintahkannya lagi  untuk dibuang kehutan seperti kejadian yang dulu.

Para inang segera menggendong bayi itu kearah selatan dan diletakkan disuatu hutan dibawah sebuah pohon yang rindang. Pohon tersebut sering disinggahi dan dijadikan tempat bermalamnya burung-burung. Dibawah pohon itu sangatlah sepi bahkan tak terlihat bekas tapak orang yang lewat disana. Diceriterakan bahwa yang menjadikan bayi itu bisa hidup karena sejumlah burung yang lewat maupun yang berteduh disanalah yang  memberi makan bayi itu seperti layaknya mereka memberi makan pada anaknya.

Dilain tempat diceriterakan bahwa ada orang bernama Kiyai Pademabu yang pada suatu malam melihat cahaya dari arah timur. Karena keingin-tahuannya maka ia mengikuti arah datangnya cahaya itu. Sesampainya ditempat bayi itu diletakkan maka saat itu pulalah cahaya tersebut sirna. Kiyai Pademabu lalu bergegas ketempat sirnanya cahaya itu. Maka terkejutlah ia ketika melihat seorang bayi laki-laki yang molek dan tampan terbaring disana.

Dengan suka hati Kiyai Pademabu lalu menggendong bayi itu dan dibawanya pulang. Sampainya dirumah ia berikan bayi itu kepada anak dan isterinya. Anaknya sangat gembira menerima bayi itu karena ia merasa mendapatkannya dengan cara tidak mengandung lebih dulu. Karena anak sang Kiyai itu sangat menyayanginya maka si bayi tadi oleh Kiyai sudah dianggap sebagai anaknya sendiri dan diberinya nama Aguswedi (Banyak Wedi). Singkat ceritera Agus Wedi sekarang sudah berusia lima tahun. Setiap hari kerjanya tak lain hanya ikut mengembala sapi ke tegalan.

Deceriterakan pula bahwa Jakatole sudah berumur enam tahun lebih. Kalau Empu Kelleng sedang bekerja Jakatole sering ikut tetapi sering juga tak diizinkan oleh Ki Empu karena takut sampai terkena api. Begitulah rasa sayang dan kasih Nyai dan Ki Empu kepada Jakatole. (bersambung)


Mungkin Menarik