Setelah itu Patih Gajahmada segera menghimpun prajuritnya kurang lebih seribu orang lengkap dengan senjata perangnya terus berangkat me...

15. Prajurit Majapahit Banyak yang Tewas.


Setelah itu Patih Gajahmada segera menghimpun prajuritnya kurang lebih seribu orang lengkap dengan senjata perangnya terus berangkat melalui jalan pintas mencegat dan memotong arah perjalanan Kudapanole. Sesampainya ditapal batas negara Majapahit mereka melihat Kudapanole dari kejauhan sedang berjalan dan menggendong isterinya. Setelah dekat Kudapanole dicegatnya tetapi tak mau berhenti. Peristiwa itu membuat Gajahmada dan prajuritnya tersinggung sehingga menimbulkan kegaduhan. Perangpun tak dapat dihindarkan tapi Gajahmada tak mau berhadapan langsung dengan Kudapanole. Ia tetap dibelakang memberi semangat bagi prajuritnya untuk membunuh Kudapanole.

Beberapa prajurit memang bukan tandingan Ki Patih Kudapanole sehingga banyak diantara mereka yang tewas berlumur darah. Dinegara Gresik Ario Banyak Wedi yang sekarang bertahta sebagai Raja mendengar berita bahwa saudaranya dianiaya Gajahmada di tapal perbatasan negara Majapahit. Oleh karena itu ia segera berangkat diiring para Patih dan dua orang Menterinya.

Sesampainya ditempat kejadian benarlah apa yang didengarnya bahwa ia melihat saudaranya sedang berperang sambil menggendong seorang puteri dibahunya. Tanpa pikir panjang Raja Gresik dan beberapa pengiringnya juga bersabung perang. Seperti singa lapar ia menyerang membabi-buta untuk menyelamatkan kakaknya dari kepungan prajurit negara Majapahit. Semakin banyaklah prajurit Majapahit yang tewas. Melihat itu Gajahmada akhirnya mundur dan melarikan diri pulang ke Majapahit. Tetapi Ario Banyak Wedi tetap berusaha mengejar namun Gajahmada bersama sisa prajuritnya tetap lolos.

Sesudah peperangan usai Ario Kudapanole dan adiknya Raja Gresik kembali ke keraton Gresik. Sesampainya disana dua saudara dengan masing-masing isterinya duduk dikursi kebesaran pendopo melepas lelah dan kerinduan. Pada kesempatan itu Raja Gresik meminta agar Kudapanole tidak pulang ke Sumenep dan diajak bersamanya saja di Gresik. Raja Gresik : Kanda lebih baik disini saja dan jangan pulang ke Sumenep. Kalau kanda setuju maka dinda akan membagi kerajaan Gresik ini menjadi dua.

Kudapanole : Sudahlah dinda, aku masih belum punya keinginan menjadi Raja. Karena itu aku berterimakasih atas maksud dinda tapi maafkanlah aku yang tidak dapat memenuhinya. Aku masih rindu untuk kembali ke Sumenep dengan suatu cita-cita didadaku. Semoga kamu dan seluruh rakyat disini selalu mendapat kesejahteraan serta keselamatan dan semua maksud dinda membangun kedamaian dan kemakmuran segera tercapai.

Tujuh hari lamanya kedua saudara itu bersuka saling melepas rindu. Sehingga pada suatu pagi Kudapanole berpamitan pulang ke Sumenep. Raja Gresik dengan haru mengijinkannya dan diantarkannya Kudapanole beserta isterinya sampai di pesisir Gresik. Kepergian kakaknya itu dilepas dengan upacara adat sambil diiringi tetabuhan. Kudapanole memeluk adiknya sebagai rasa hormat dan kasih. Rasa rindu yang sudah terobati meski sekejap, sekarang harus ditebus dengan perpisahan lagi. Setelah itu Kudapanole naik ke perahu yang membawanya berlayar menuju Pulau Madura. Esok harinya barulah sampai di pelabuhan Soca dan mereka turun disana.

Sesampainya di Soca Dewi Ratnadi merasa dirinya gerah dan ingin mandi karena semalaman berada dalam perahu. Masih dalam keadaan lelah Kudapanole berusaha mencari air tapi tak didapatnya. Akhirnya dia ingat akan tongkat gading pemberian seorang tua kepada isterinya beberapa waktu lalu. Diambilnya tongkat itu dan segera ditancapkannya ketanah tepat dihadapan Dewi Ratnadi duduk. Setelah tongkat itu dicabut bersamaan dengan keajaiban Yang Maha Kuasa muncrat-lah sebuah mata air dari tanah bekas tancapan tongkat tadi dan tepat mengenai mata Dewi Ratnadi.

Bersamaan dengan itu keajaiban kedua muncul yaitu sembuhnya kebutaan Dewi Ratnadi. Ia (Dewi Ratnadi) berteriak gembira karena dunia yang sebelumnya dilihat gelap sekarang berubah jadi terang dan indah. Tak lama kemudian mata air itu bertambah besar juga yang akhirnya menjadi sebuah sumber. Kedua orang suami isteri itu bersukaria mandi di sumber itu. Setelah puas, mereka berteduh dibawah sebuah pohon.

Konon Dewi Ratnadi yang dulunya berwajah jelek, cacat, pengkor, pincang, penuh koreng dan buta karena penyakit yang selama ini dideritanya setelah mandi di air itu lalu dia berobah menjadi cantik tiada banding seperti bidadari yang baru turun dari kayangan. Sumber mata air itu sampai sekarang masih ada disebuah desa bernama Soca (Mata, mad.) termasuk Kecamatan Soca Kabupaten Bangkalan.

Kudapanole sangat tercengang dan kagum melihat perobahan mendadak pada diri isterinya itu. Ia sangat gembira dan bersyukur kepada Yang Maha Agung yang telah memberi karunia tak terhingga baginya. Begitu juga kebahagiaan Dewi Ratnadi rasanya duakali lebih besar dari apa yang dirasakan suaminya.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan dengan beriringan namun disuatu tempat si isteri merasa haus. Kudapanole meminta air pada penduduk setempat dan diberinya. Air yang diminumnya terasa dingin dan menyejukkan. Oleh karenanya tempat tersebut kemudian diberi nama desa Banyocellep (Air dingin, mad.). Letak desa tersebut berada diarah timur laut desa Soca.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanannya lagi menuju arah timur. Disana mereka melihat beberapa pohon jambu berbuah lebat dan masak-masak. Mereka mengambilnya beberapa buah dan dimakannya. Warna jambu itu kuning dan manis rasanya. Karenanya desa itu sampai sekarang dinamai desa Jambu.

Setelah mereka memakan jambu lalu melanjutkan lagi perjalanannya kearah utara. Taklama kemudian mereka berhenti untuk beristirahat dan dilihatnya sebuah pohon Burne sedang berbuah. Kudapanole mengambilnya dan sebagian diberikannya pula pada isterinya. Rasanya kecut. Desa tersebut selanjutnya diberi nama desa Burne sampai sekarang.

Masih dalam perjalannya Kudapanole dan isterinya konon siang malam tiada henti. Sampailah juga mereka kemudian disuatu desa. Dewi Ratnadi merasa haus lagi. Kudapanole berusaha mencari air kerumah terdekat namun yang didatanginya kebetulan seorang wanita sedang memberi makan anaknya. Si-empunya rumah mengatakan bahwa ia tak punya air yang ada hanya sisa air cuci mulut bayi yang disuapinya.

Karena susahnya mendapat air maka diterimanya juga air bekas cucian mulut bayi itu. Air itu dibawanya ke Dewi Ratnadi tapi tak diperbolehkan untuk diminum hanya dibolehkan untuk dipakai membersihkan muka atau membasuh tangannya saja supaya sedikit merasa segar. Dewi Ratnadi mengambil air itu lalu dibuat membasuh kakinya. Karena wanita tadi berbohong maka oleh Yang Kuasa memang dipersulit adanya air disana. Sebab menurut Seloka, siapapun orang yang tidak mematuhi nasihat untuk berbuat baik bagi sesama maka dia tidak akan mendapat keselamatan pada akhirnya. (bersambung_)



Mungkin Menarik