Tumenggung Kanduruwan berkata : Saya ditugas Ratu Japan untuk menangkap Pangeran Sumenep tetapi dia tak boleh dibunuh. Kalau dia sudah ...

27. Keadaan di Luar Keraton Sedang Geger


Tumenggung Kanduruwan berkata : Saya ditugas Ratu Japan untuk menangkap Pangeran Sumenep tetapi dia tak boleh dibunuh. Kalau dia sudah tertangkap supaya diserahkan kehadapan Ratu Japan dalam keadaan hidup. Oleh karena itu saya ingin berembuk dengan tuan-tuan untuk mendapatkan mufakat serta memperoleh jalan keluar bagaimana caranya. Tugas yang kita pikul ini ibarat menangkap ikan dikali bagaimana ikan tertangkap tanpa mengeruhkan airnya. 

Para pembesar itu kemudian terlibat dalam perundingan dan akhirnya Pangeran Malaja mengusulkan pendapatnya. Pangeran Malaja : Kalau memang menjadi kesepakatan dan keinginan kita bersama maka menurut saya Pangeran Sumenep hendaknya dikirimi surat dahulu sebagai pemberitahuan dan peringatan. Dalam surat itu perlu disampaikan rangkaian kalimat yang bisa membujuknya sehingga dengan sadar hati ia kembali ke Japan. Selanjutnya perlu juga disebutkan bahwa kalau ia tetap menolak maka Japan akan menggempurnya. 

Tumenggung Kanduruwan menyetujui lalu dia segera menulis surat. Setelah selesai lalu dia menyuruh dua orang Menteri yaitu Demmang Sasmeta dan Tandamoi sambil berpesan katanya : Berikan surat ini pada keponakanku Pangeran Sumenep dan sampaikan salam dariku padanya. Kalian hendaknya jangan berbicara kasar padanya kalau kalian ditanya jawablah dengan perkataan yang halus. Kedua utusan itu lalu berangkat ke Sumenep.  

Diceriterakan bahwa pada suatu hari permaisuri Pangeran Sumenep baru bangun tidur dan memanggil para embannya untuk menakwilkan isi mimpinya semalam. Ia berceritera tentang mimpinya bahwa semalam ia melihat suaminya pergi bertamasya. Sedangkan dirinya yang ingin ikut ditolak sang Pangeran. Selanjutnya suaminya lalu naik perahu diikuti oleh para punggawanya tetapi malang karena selang beberapa lama perahu yang ditumpangi itu karam ditelan laut. Apakah gerangan arti mimpiku ini ? Tanyanya. 

Emban : Menurut hamba ini pertanda kurang baik. Apalagi kepergian Pangeran sudah tujuh hari lamanya dari sekarang. Disamping dari alam ada pertanda seperti gempa, petir dan banjir selalu datang dari arah gunung selama ini. Kalau hamba ingat pesan paman paduka (Sunan Paddusan) bahwa yang akan menggantikan menjadi penguasa di Sumenep bukan puteranya. Tetapi cucu Sunan Paddusan yaitu Tumenggung Kanduruwan. Sesampainya pada turunan ketiga maka cucu paduka akan tersambung lagi karena ada yang akan menjadi isteri Raja Sumenep (Pangeran Lor II atau Rajasa). Sesampainya tujuh turunan dari paman paduka Sunan Paddusan lalu berganti lagi penguasa di Sumenep kepada keturunan paduka yakni keturunan dari putera paduka yang sulung sampai pada akhirnya. 

Tak lama kemudian lalu ada suara ribut di alun-alun salah seorang memberi kabar kepada permaisuri tentang kedatangan Pangeran Sumenep dan para pengiringnya. Seisi keraton kelihatan heran mengapa secepat ini Pangeran pulang dari Japan. Setelah Pangeran Sumenep sampai di keraton isterinya cepat-cepat menyambutnya sambil membawa wadah (cemmong; Mad.) berisi air. Setelah sang suami duduk di kursi maka dibasuhlah kakinya. Setelah itu mereka beristirahat sambil memangku ketiga puteranya secara bergantian. Disana sang Pangeran berceritera tentang dirinya selama berada di Japan dari awal sampai akhir. 

Setelah sang permaisuri mendengar ceritera itu merasa sedih hatinya. Apalagi dikaitkan dengan mimpinya semalam. Selang beberapa hari kedatangannya dari Japan pada suatu pagi Pangeran Sumenep duduk-duduk bersama isterinya. Tak lama lalu datang Patih Tankondur dan berkata : Pangeran, kami beritahukan bahwa keadaan diluar keraton sekarang sedang geger. Konon ada utusan dari Japan. Sedang pimpinannya adalah Patih Japan Tumenggung Kanduruwan dan sekarang sedang beristirahat di desa Pacangan disebelah timur kota Pamekasan. Kabarnya sudah tujuh hari mereka disana dengan membawa bala tentara sebanyak tiga puluh ribu orang. Ulah mereka menakutkan sampai penduduk sekitarnya berlarian. Sedang kepentingannya konon akan menangkap Pangeran. 

Diluar keraton dua orang utusan yang diperintahkan Patih Japan untuk menyampaikan surat kepada Pangeran telah tiba. Setelah surat dari utusan itu dibacanya lalu ia serahkan lagi kepada Patihnya Tumenggung Tankondur sambil berkata : Biarlah, meskipun tentara Japan banyaknya sejumlah pasir dilaut saya tak akan mundur. Barangkali dengan peristiwa ini antara saya dan anda sudah senasib untuk mati dinegara sendiri. Menurut wasiat paman Sunan Paddusan saya masih ingat : Bahwa yang bernama Raja Utama itu adalah Raja yang gugur berperang (pahlawan, ind.) karena membela negaranya. Apalagi saya dan anda keturunan prajurit. Oleh karenanya kita tidak perlu khawatir karena manusia itu memang tak luput dari taqdir. 

Sekarang mari kita kumpulkan seluruh tentara dan tabuh bendi perang. Setelah itu anda pergi ke suatu desa untuk mencari tempat yang pantas jadi kuburan kita. Sebaiknya carilah kawasan yang dekat dengan kuburan para leluhur kita. Selain itu carilah pula desa yang sekiranya pantas dijadikan sebagai medan perang. Karena nanti kalau perang berkecamuk dikota akan berakibat jelek pada anak-anak juga isteriku. Menurut pendapatku mati dalam pertempuran adalah utama tetapi bagaimana caranya supaya anak dan isteriku tidak akan melihatnya sewaktu saya mati. 

Tankondur : Semua titah sudah kami pahami hanya saya minta supaya Pangeran mulai hari ini perbanyaklah bersedekah. Sebab kalau sedekah itu diterima oleh Allah maka akan tertolak semua bahaya dunia dan akhirat. Disamping itu sedekah ini membuat orang lain akan bahagia. Allah itu tidak akan meremehkan kebaikan umatnya. Kalau nanti memang tak mendapat kesenangan didunia maka pahala itu akan diterimanya di akhirat nanti. 

Pangeran Sumenep segera memanggil juru bayar dan memerintahkan untuk mengeluarkan sedekah sebanyak sepuluh ribu reyal dan disuruh bagi-bagikan pada para fakir miskin serta para isteri prajuritnya yang akan ikut berperang. Juru bayar segera membagikan uang itu kepada yang berhak menerimanya. 

Diluar, Patih Tankondur membunyikan bendi perang untuk mengumpulkan bala tentara. Tak lama kemudian berkumpullah para prajurit baik yang datang dari pegunungan, desa maupun pelosok kota lainnya. Dengan suka hati mereka berkumpul dialun-alun lengkap dengan perkakas perangnya. Bendera perang juga dinaikkan berkibar tertiup angin seperti ikut memberi semangat prajurit menantang musuh. Sebelum berkumpul bala tentara Sumenep memang telah berseru katanya : Ayo maju, kapan lagi kita mati kalau tidak membela Raja kita hari ini. Tahukah kamu hai musuhku bahwa orang Madura tak takut luka ataupun mati ? 

Di Keraton Pangeran Sumenep juga sudah berpakaian. Ia memakai celana bludru kuning. Bajunya berwarna hijau lengan panjang kancingnya berlian. Membawa keris dua buah warangkanya berukir berlapis emas, destarnya berlipit tepi emas berkolo (topi raja,jaw.) bertatakan intan-berlian. Karena ia memang berjiwa prajurit maka dalam hatinya tak ada rasa gentar sedikitpun kecuali pasrah diri kepada Yang Esa. Sedangkan Tumenggung Kanduruwan juga berpakaian serupa karena mereka masih ada ikatan darah kumpul ibu-bapak. 



Mungkin Menarik