Labang Mesem, pintu masuk keraton Sumenep Kalau ada perintah mendadak misalnya Raja mau melakukan perjalanan jauh untuk mengantar sakedan ke...

62 Pangeran Pakunataningrat Pulang ke Keraton

Labang Mesem, pintu masuk keraton Sumenep

Kalau ada perintah mendadak misalnya Raja mau melakukan perjalanan jauh untuk mengantar sakedan ke Pamekasan, Kabajan lalu dimintai bantuan (tondan). Semestinya tondan ini dimintakan kepada Menteri yang memiliki Desa karena merekalah yang memiliki kewajiban membayar uang tondan meskipun besar-kecilnya tergantung pada luas Desa yang dimilikinya. Setelah Kabajan menerima perintah ia lalu mendatangi para Menteri utnuk menagih uang tondan itu.

Kalau uang sudah diperoleh apalagi kalau si Kabayan memiliki jiwa nakal maka lalu berdiri dia dipinggir jalan. Setiap orang yang dengan kudanya lewat dicegatnya. Kuda tersebut lalu diminta untuk dijadikan sebagai tondan. Tetapi kebanyakan orang yang punya kuda lebih suka membayar pengganti dengan uang. Uang itu kemudian dibuat ongkos untuk menyewa kuda terhadap orang kota yang memilikinya atau kalau tidak mendapatkan kuda sewa maka diserahkanlah uangnya saja. Sehingga banyaknya ongkos yang dihabiskan untuk penunggang kuda hampir sama besarnya dengan ongkos sewa seekor kuda.

Kalau ada seorang berpangkat Palekkat yang nakal dan kebetulan ia tak punya uang maka ia lalu duduk dipinggir jalan. Ia mencari barang-barang berat yang sedang diletakkan oleh si empunya dipinggir jalan itu. Kalau tak ada maka lalu pergi ke Pabian dan disana ia lalu duduk diatas balok-balok kayu. Kalau ada yang lewat maka dicegatnya. Orang tersebut lalu disuruhnya memikul balok itu ke keraton dan dikatakannya bahwa balok kayu itu adalah kepunyaan Raja yang sekarang sedang diperlukan.

Bagi orang yang disuruh mengangkut balok kayu itu sudah tentu punya perhitungan lain sehingga dengan rela ia kemudian membayar uang kepada Palekkat sebagai sumbangan ongkos pengganti upah bagi orang lain yang akan ditugaskannya. Setelah si Palekkat mendapat sejumlah uang sebagaimana yang diinginkan kemudian ia pulang. Sedangkan Kabajan demikian pula kerjanya. Kalau ada orang lewat sedang membawa kuda maka kudanya diminta untuk dijadikan tondan.

Sebelum negara Sumenep diperintah Gupermen kalau datang musim petik kelapa sering diadakan pesta keramaian di alun-alun yang dinamai Sennen (Sodoran). Pemainnya terdiri dari para Pangeran, Tumenggung, Aria, Menteri dan para Panji. Didalam bermain Sennen mereka semuanya  menunggang kuda dan memegang Salodur (semacam galah terbuat dari kayu Solor yang kenyal).

Panjang Salodur empat depa dan diujungnya diberi pentul serta sedikit hiasan  (semacam jambul). Pakaian para pemainnya adalah bercelana yang dibawahnya memakai pasmen, mengenakan rompi motif batik dan memakai ikat pinggang pasmen yang diberi hiasan jambul sedikit.

Untuk para Menteri dilarang memakai rompi Reres atau Tarpote. Memakai kolo, keris, tanpa baju pupur (bedak) kuning serta memakai Gajang Oleng (model odheng). Kalau ia Menteri Utama (Kakase) memakai gelang serta kalung yang terbuat dari rangkaian bunga melati. Setelah siap kemudian mereka diarak berkeliling alun-alun sebanyak tiga kali. Kuda tunggangannya dijalankan pelan-pelan (epaserek,mad.) sedangkan Salodur-nya dipegang bagian tengahnya dalam posisi melintang. Setelah itu para peserta lalu diadu sepasang-sepasang sambil diiring bunyi tetabuhan Sennen namanya.

Dikatakan demikian karena tetabuhan ini memang khusus dibunyikan tiap hari Senin. Tetapi Pangeran Pakunataningrat pernah dilarang dan didenda oleh Kabajan karena tidak diperbolehkan nonton Sennen berlama-lama, sehingga kemudian ia pulang ke keraton. Uang dendanya kemudian dibagi-bagikan oleh Kabajan kepada teman-temannya yang ada disitu.


TAMMAT.

    

Mungkin Menarik