Sepulang Empu Kelleng ke Sumenep di Majapahit Jakatole membuat beberapa senjata seperti keris, tombak dan lainnya. Seperti biasanya Jakat...

11. Jakatole Membuat Senjata Keris dan Tombak

Sepulang Empu Kelleng ke Sumenep di Majapahit Jakatole membuat beberapa senjata seperti keris, tombak dan lainnya. Seperti biasanya Jakatole hanya bekerja sendirian tanpa seorangpun membantunya sebab sudah seperti tadi disebutkan bahwa Jakatole hanya menggunakan paralatan dari anggota tubuhnya saja. Keris dan tombak yang dibuat Jakatole di Majapahit itu kemudian diberi nama “Jennengan Majapahit” besinya terdapat bekas-bekas pijatan tangan.

Diceriterakan bahwa Raja Majapahit mempunyai putera sebanyak sepuluh orang yaitu tujuh orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Sedangkan kesepuluh puteranya itu masing-masing bernama : 1. Ratna Dewi Maskumambang, 2. Dewi Ratnadi, 3. Dewi Lintan Asmara, 4. Raden Patah, 5. Bondan Kejawan, 6. Jayanegara, 7. Raden Gugur, 8. Lembu Peteng, 9. Aryo Damar, 10. Batara Katong.

Dikisahkan Dewi Ratnadi yang menderita penyakit cacar berobat kesana-kemari namun tidak ada hasilnya. Tak lama kemudian Dewi Ratnadi menjadi buta. Dari itu siang malam Dewi Ratnadi selalu memikirkan nasibnya yang malang itu. Ia selalu menangis dan memohon kepada Dewata yang Maha Agung agar mencabut nyawanya saja dari pada menderita selamanya. Akan tetapi disuatu malam Dewi Ratnadi didatangi oleh seorang tua yang rambut dan jenggotnya sudah memutih dengan berpakaian jubah putih.

Orang tua tadi berkata : “Anakku, janganlah kamu menangis sebab Dewa-lah yang akan menyembuhkan kamu dikemudian hari. Maka dari itu aku berpesan padamu agar kamu tetap sabar dan tabah. Terimalah tongkat pemberianku ini”. Dewi Ratnadi sambil menghatur sembah kemudian diterima tongkat itu. Orang tua itu terus pergi.

Diceriterakan bahwa Raja Majapahit mempunyai seekor kuda sembrani. Kuda tersebut galak dan sering menggigit orang. Disuatu hari kuda itu lepas dari ikatannya dan lari ke alun-alun sambil melompat-lompat dan berbunyi. Kalau ada orang yang coba mendekat tentu akan digigitnya. Bahkan orang yang pernah digigit ada yang sampai menemui ajalnya. Karena itu orang-orang disitu tidak ada yang berani mendekat bahkan lari menjauh dari kuda sembrani tunggangan sang Raja yang sedang lepas tali itu. Raja sangat masygul karena tak ada orang yang berani dan sanggup menangkapnya.

Dalam pada itu ia teringat lagi kepada Jakatole dan memerintahkan seorang hulubalang untuk memanggilnya. Setelah Jakatole menghadap lalu Raja berkata kepadanya : Jakatole aku memanggilmu untuk meminta kesediaanmu menangkap kuda tungganganku. Banyak orang tapi tak ada yang sanggup menangkapnya karena takut digigit. Patih Gajahmada hanya banyak bicara tapi akalnya tak digunakan.

Jakatole menyanggupinya katanya : Kalau baginda yang menugaskan saya, saya tidak akan menolak. Meski mati sekalipun akan hamba lakukan. Hamba hanya mohon kiranya sudi paduka menyediakan karung (goni) sebagai pembungkus tangan dan pelana kuda lengkap. Kalau hamba sedang mujur dan berhasil menangkap kuda itu maka peralatan yang kami minta itu akan hamba gunakan untuk menungganginya sekalian.

Dengan tak menunda waktu Raja memerintahkan hulubalangnya untuk mengambil peralatan yang diminta Jakatole. Setelah itu Jakatole mohon perkanan Raja lalu keluar menuju ke alun-alun. Kuda sembrani yang sebelumnya bertingkah liar itu setelah didekati Jakatole lalu diam. Dengan gampang Jakatole mendekati lalu memegang surainya. Setelah tali kekang dan pelana dipasang ditunggangilah kuda itu oleh Jakatole secara pelan-pelan dan terus dibawa kehadapan Raja. Raja dan beberapa orang yang menyaksikan tercengang heran.

Disana juga ada Patih Gajahmada yang meski dalam hatinya ikut kagum namun tampaknya seperti cemberut dengan kecakapan dan keahlian Jakatole itu. Setelah sampai dihadapan Raja Jakatole turun dan mengelus kuda itu. Raja gembira hatinya dan sebagai rasa terimakasih Jakatole diberinya hadiah berupa seperangkat pakaian lengkap. Gajahmada merasa iri dengan kejadian itu karena selama ini Jakatole selalu mendapat hadiah dan penghargaan dari Raja Majapahit.

Dengan pertimbangan atas jasa-jasanya beberapa waktu  kemudian Raja Majapahit berkenan mengangkat Jakatole menjadi Patih Muda dengan julukan Kudapanole. Pendek ceritera sekarang Jakatole diberi beberapa tanda kebesaran sebagaimana pejabat istana lainnya misalnya pakaian besi bergaris, payung hijau berpinggir kuning, tombak berlambang empat buah serta daerah kekuasaan di enam desa.

Kalau Ki Patih Gajahmada kewenangannya mengurus bagian daerah luar namun Ki Patih Kudapanole mengurus dan membawahi orang-orang dalam seperti ; para Menteri, Pimpinan urusan dalam dan Kebangsawanan, Tumenggung dan Perbendaharaan istana. Para Tumenggung banyak yang ingin mengambilnya sebagai menantu tapi hasrat Kudapanole masih belum ada untuk kawin.

Dengan kearifan Raja Majapahit semua tugas waktu itu tampak merata disamping jiwa kegotongroyongan juga terlaksana. Pada suatu saat Raja memerintahkan untuk membuat pagar tembok mengelilingi kota. Semua kawula Raja tampak turun tangan mulai dari Raja yang ada dibawah kekuasaan Raja Majapahit, Tumenggung serta kedua Patih yakni Gajahmada dan Kudapanole. Ringkas ceritera dengan upaya gotongroyong maka tembok itu cepat selesai.


*****

Mungkin Menarik