Selanjutnya dituturkan bahwa pada saat itu ada Raja yang wilayahnya masih dibawah kekuasaan Majapahit mogok. Dia tak mau lagi mengakui da...

12. Gajahmada dan Kudapanole Menuju Medan Perang

Selanjutnya dituturkan bahwa pada saat itu ada Raja yang wilayahnya masih dibawah kekuasaan Majapahit mogok. Dia tak mau lagi mengakui dan memberi upeti ke Majapahit. Raja tersebut adalah Raja Blambangan dengan julukan Menakjayengpati. Karena itu Raja menulis surat padanya kemudian menugaskan seorang Patihnya ke Blambangan. Sesampainya di Blambangan diberikannya surat itu kepada Menakjayengpati.

Setelah Raja Blambangan memaklumi isinya kemudian dirobeklah surat itu sambil berkata kepada utusan Majapahit : “Sampaikan kepada Rajamu aku tak sudi lagi menghadap apalagi memberi upeti. Aku dan Rajamu sekarang sepadan dia laki-laki aku juga demikian. Katakan jangankan siang, malampun akan kulayani apa maunya”.

Utusan kemudian secepatnya pulang ke Majapahit dan menyampaikan semua yang didengar dari Raja Blambangan. Dengan dongkol Raja Majapahit menerima pesan Raja Blambangan itu. Dipanggilnya segera Patih Gajahmada dan Patih Kudapanole dan segera ia perintahkan untuk memimpin lasykar dan menyerang Blambangan. Pada saat itu Raja berjanji bahwa barangsiapa yang bisa memboyong puteri Raja Blambangan maka dia akan disandingkan dengan salah seorang puteri Raja Majapahit.

Patih Gajahmada dan Patih Kudapanole kemudian berangkat menuju medan perang dengan membawa bala prajurit sepuluh ribu banyaknya. Tak diceriterakan selama diperjalanan maka pada suatu malam sampailah mereka di Blambangan. Ki Patih Kudapanole dan anak buahnya langsung mengamuk dan membunuh musuh-musuhnya.

Karena saat itu bulan tak muncul maka gelaplah medan tempur. Kudapanole dan anak buahnya membunuh membabi buta bahkan tidak lagi dapat membedakan siapa yang dihadapannya kawan ataukah lawan. Bergelimpangan-lah tubuh-tubuh berlumur darah.

Pada saat genting itu Patih Gajahmada dan anak buahnya lari menghilang. Jakatole berpikir : “Kalau demikian nyata benar  bahwa Patih Gajahmada itu seorang pengecut. Tak salah kalau baginda Raja selalu marah dan mencelanya”. Setelah berhasil merobohkan prajurit Blambangan maka Patih Kudapanole lalu memasuki keraton. Namun Raja Blambangan sudah tak ada lagi di istana itu. Seluruh penghuninya sudah meloloskan diri hanya ada seorang puteri yang masih tertidur. Puteri yang tertinggal itu bernama Asmarawati.

Saat sang puteri terbangun dan melihat ada laki-laki yang tak dikenalnya memasuki istana ia terkejut. Apalagi ayah dan ibunya serta orang-orang istana sudah tak dilihatnya lagi. Menangislah puteri itu sambil menutupi wajahnya dengan bantal.

Melihat itu Kudapanole lalu menghampirinya dan berusaha membujuk si puteri agar tak menangis katanya : “Puteri ayu sudahlah jangan menangis. Sayangi airmata yang kau tumpahkan”. Beberapa saat kemudian terdengar suara hingar-bingar diluar istana. Patih Gajahmada bersama lasykarnya bersorak-sorai. Kudapanole menemui mereka diluar pintu istana sambil menuturkan apa yang ditemuinya dalam istana Blambangan. Gajahmada bertutur : Makanya aku tak ikut berperang karena aku tak bisa lewat.

Sekarang dimana Raja Blambangan ? tanyanya. Kudapanole : “Mungkin sudah melarikan diri ke hutan. Kalau kita setuju mari kita buru mereka. Kekuatan kita masih mampu dan mari kita serbu supaya dapat diketahui siapa yang kalah atau menang. Kalau mereka kalah supaya segera mengakui kekuatan Majapahit dan bertekuk lutut. Gajahmada : Sungguh bagus rencana dan upayamu. Karena itu biar aku dan anak buahku disini saja untuk menjaga Puteri Blambangan dan barang-barang rampasan perang sedangkan kamu dan seluruh prajuritmu silakan kejar Raja Blambangan.

Dengan tak banyak bicara Kudapanole segera naik keatas kudanya mengejar Raja Blambangan diikuti para prajuritnya. Sedangkan Gajahmada tetap tinggal di keraton dengan beberapa prajuritnya pula. Dengan akal liciknya setelah Kudapanole berangkat maka seluruh rampasan perang serta puteri ayu dari Blambangan itu dibawanya pulang ke Majapahit. Lasykar Gajahmada  diperintahkan bersorak-sorak supaya semua orang di sepanjang jalan tahu bahwa dirinya menang perang dan berhasil membawa seorang puteri Raja Blambangan sebagai rampasannya.

Sesampainya di Majapahit semua perolehan dari medan perang diserahkannya kepada Raja Majapahit. Sang Raja sangat gembira dan puteri Asmarawati segera dibawanya kedalam keraton. Setelah itu Raja bertanya tentang jalannya perang. Patih Gajahmada : “Hamba sudah melaksanakan perang yang seru dengan orang-orang Blambangan dan mereka kalah. Bangkai musuh bertumpang-tindih. Hamba melihat Kudapanole mundur lambat-laun bersama seluruh lasyakarnya dan hamba terus maju memasuki istana.

Didalam istana itulah hamba menjumpai seorang puteri yang masih tidur. Sedangkan Raja Blambangan dan seluruh orang istana telah melarikan diri entah kemana. Raja : “Kemana sekarang Kudapanole ?”. Gajahmada : Hamba tidak tahu dimana sekarang dia berada. Hamba kira ia malu untuk pulang kemari sebab ia hanya melakukan serangan sekali terus mundur. Menurut hamba orang Madura itu memang tak bertanggungjawab. Bahkan mungkin menurut perkiraan hamba dia telah pulang ke kampungnya.

Mendengar tutur Gajahmada itu Raja Majapahit terheran-heran pikirnya : Aku tak percaya kalau Patih Kudapanole lari dari peperangan, Tetapi dasar manusia memang susah ditebak. Bisa jadi ia berhasil disini dan mendapat sial disana. Sesudah itu Raja lalu menaksir Gajahmada katanya : Sesuai dengan janjiku maka sekarang aku ingin memberi ganjaran besar kepadamu. Aku akan berikan seorang puteriku untuk kau jadikan isteri dan sekarang silakan engkau pilih. Patih Gajahmada sambil menghatur sembah berkata : Terimakasih yang tak terhingga hamba haturkan kepada paduka Raja yang arif. Jika dapat perkenan sangatlah suka hamba kepada puteri paduka yang agak muda bernama Dewi Lintang Asmara.


Mungkin Menarik