Disuatu hari Jakatole ikut ayahnya ke tempat kerjanya. Saat dhuhur tiba Ki Empu bersama teman-temannya sedang beristirahat dan bersembahy...

3. Empu Kelleng Berangkat Ke Majapahit

Disuatu hari Jakatole ikut ayahnya ke tempat kerjanya. Saat dhuhur tiba Ki Empu bersama teman-temannya sedang beristirahat dan bersembahyang. Semua perkakas “pandi-nya” dikemasi. Saat mereka istirahat itu Jakatole menghidupkan api dan membakar besi untuk  membuat peralatan seperti yang dibuat ayahnya misalnya ; arit, parang, linggis dan lain-lainnya. Bentuknya konon lebih baik dari pada buatan Empu Kelleng. Sedangkan perkakas yang ia gunakan seperti ; pahanya dijadikan ganden (bantalan), tangannya dijadikan palu, jemarinya dijadikan sebagai penjepit dan kikir. Sebagian orang mengatakan bahwa Jakatole membuat perkakas-perkakas tadi hanya dengan cara dipijat dengan jarinya.

Setelah Ki Empu dan kawan-kawannya selesai sembahyang dan melihat banyak perkakas yang telah jadi bertumpuk-tumpuk merasa terkejut dan mereka tak menyangka kalau itu pekerjaan Jakatole. Sedangkan Jakatole bekerja seperti itu sampai beberapa kali tetapi tetap tidak ada yang mengetahuinya.

Dikisahkan Raja Brawijaya Sultan Majapahit memerintahkan untuk membuat pintu gerbang besi. Semua pandai besi se tanah Jawa dan Madura dipanggil ke Majapahit. Dari sebab itulah Empu Kelleng merasa sangat susah hatinya karena tidak lama lagi ia akan meninggalkan anak dan isterinya. Pikirnya  :”Pintu gerbang yang akan dibuat itu tidak mungkin bisa selesai dalam waktu satu atau dua tahun. Lagi pula apabila tidak jadi niscaya aku dan kawan-kawan akan dibunuhnya”. Empu Kelleng berkata kepada isterinya : “Aku titipkan Jakatole supaya kamu memeliharanya dengan baik. Jangan manjakan dia supaya kamu disegani sebab tak lama lagi aku akan berangkat untuk memenuhi panggilan Raja ke Majapahit. Raja Majapahit memerintahkan untuk membuat pintu gerbang besi.

Supaya kamu tahu bahwa pekerjaan ini tidak mungkin selesai dalam tempo satu atau dua tahun. Dan kalau tidak jadi sudah tentu aku dan pandai besi lainnya akan dihukum mati”. Nyi Empu : Ya, semoga mendapat restu dari Kyai dan mudah-mudahan anakmu (Tole) akan tetap setia. Nyai juga mendo’akan semoga Kiyai cepat-cepat pulang dan tidak berlama-lama dinegara Majapahit.

Ringkas ceritera Empu Kelleng dan kawan-kawannya berangkat ke Majapahit. Disaat itu Jakatole memaksa untuk ikut ayahnya ke Majapahit tapi tak diperbolehkan sebab dia masih anak-anak. Jadi Jakatole tinggal dirumah bersama dengan ibunya. Sepeninggal Empu Kelleng tak henti-hentinya orang-orang yang menyuruh membuatkan perkakas tani kepada Jakatole. Sebab kalau memakai perkakas buatan Jakatole tanamannya belum pernah gagal bahkan hasilnya bisa jadi dua kali lipat dari biasanya. Kalau tidak ada pesanan Jakatole membuat keris atau tombak untuk dijual.

Perkakas buatan Jakatole itu sekarang lebih dikenal dengan jennengngan (buatan) Kandangan. Besinya ada bekas-bekas pijatan tangannya. Keris itu amat ampuh dan kalau dipakai oleh orang tani (petani) sangat cocok. Jakatole bekerja hanya seorang diri tanpa teman dan tidak menggunakan perkakas sebagaimana layaknya pandai besi sebab perkakas yang dia gunakan sebagaimana telah deceriterakan diatas.

Dikisahkan sekarang yang membuat pintu gerbang besi telah berjalan satu tahun lebih tetapi masih belum selesai. Para pandai besi banyak yang jatuh sakit dan tak sedikit pula yang mati karena kepanasan. Setelah pintu gerbang yang mereka kerjakan hanya tinggal mematrinya semua pandai besi tak bisa melakukan pekerjaan itu karena patri tidak bisa melekat dan selalu lepas. Oleh karena itu Sultan Majapahit murka kepada patih Gajahmada.

Nyai Empu kemudian mendengar kabar bahwa Empu Kelleng sakit dan kemudian ia berkata kepada anaknya (Jakatole) katanya : “Gus pergilah kamu dan susul ayahmu ke Majapahit. Aku mendengar berita dia sakit sampai badannya kurus. Susullah kesana sambil membantu pekerjaan ayahmu itu”. Setelah itu Agus Tole berangkat seorang diri. Hatinya amat sedih karena ia masih belum tahu jalan menuju Majapahit. Dia khawatir dan takut kalau-kalau nanti kesasar dihutan dan dimakan binatang buas.

Tak lama kemudian Jakatole tiba disuatu hutan dan bertemu dengan seorang laki-laki yang wajahnya amat tampan. Ia sedang bertapa diujung alang-alang bernama Adirasa. Agus Tole kemudian dipanggilnya.

Adirasa : Kamu mau kemana berjalan seorang diri ? Agus Tole : Siapakah anda ? Adirasa : Aku bernama Adirasa pamanmu sendiri dan masih saudara kandung ayahmu. Agus Tole : Saya mau pergi ke Majapahit menyusul ayah. Adirasa : Aku beritahu kamu bahwa ayahmu yang sebenarnya adalah bernama Adipoday. Maka diceriterakanlah oleh Adirasa dari awal hingga akhir. Agus Tole : Apabila memang benar demikian perkenankan nanda ikut bersama paman. Adirasa : Aduh, jangan nak. Jangan kau ikut aku. Sebab belum pada tempatnya kamu ikuti aku. Tetapi kalau kelak kemudian hari kamu mendapat kesulitan maka panggil saja namaku, niscaya aku akan datang untuk membantu semua kesulitanmu. Setelah itu Agus Tole diberi pelajaran beberapa ilmu gaib baik yang samar maupun yang nyata.

Adirasa berkata lagi : Sekarang berangkatlah kamu untuk menyusul ayahmu ke Majapahit sebab ayahmu itulah yang merawatmu sejak kecil dan sudah sepantasnya kalau kamu membalas kebaikan yang lebih besar kepadanya. Dan ini aku punya sekuntum bunga, makanlah. Bunga ini kelak akan menjadi patri pintu gerbang Majapahit.

Akan tetapi kamu harus dibakar terlebih dahulu sampai kamu menjadi arang. Bila kamu telah jadi bara maka pijar itu akan keluar dari pusarmu maka ambillah pijar itu. Setelah itu kamu harus disiram dengan air supaya kamu bisa hidup kembali. Lalu mintalah pada orang-orang disana supaya pintu gerbang besi itu dibakar dan ketika api telah menyala masuklah kamu  kedalam api dan mematrinya.

Agus Tole menerima bunga pemberian Adirasa dan ditelannya. Adirasa kemudian berkata : Sebenarnya kamu masih mempunyai saudara kandung bernama Banyak Wedi yang sekarang ada dibawah pohon beringin sebelah barat sana. Maka pergilah kamu kesana dan ajaklah dia sekalian.  (bersambung)

Mungkin Menarik