Teman-teman si Macan Rangas yang bernama Macan Kumbang, Macan Kuning, Jaja Kalenteng, Kebo Laplap dan Kalamentos serentak menangkap Jakat...

5. Jokotole Sampai di Alun-alun Majapahit

Teman-teman si Macan Rangas yang bernama Macan Kumbang, Macan Kuning, Jaja Kalenteng, Kebo Laplap dan Kalamentos serentak menangkap Jakatole. Tapi dasar anak seorang pertapa yang adil meskipun enam orang yang berusaha menangkapnya Jakatole dan saudaranya (Agus Wedi) masih bisa saja lolos.

Keenam orang tersebut layaknya menangkap bayang-bayang saja. Malah si Macan Rangas dan beberapa temannya mengalami luka didahinya karena mereka terkena cambuk oleh Jakatole. Akhirnya sekawanan punggawa tadi lari. Ki Patih melihat peristiwa itu merasa heran dan bertanya-tanya. Karena Ki Patih paham bagaimana berakal halus dan berakal kasar, ucapannya jalasutera, maka didatanginya kedua anak itu dan dengan kata-kata halus dibujuknya.

Pendek ceritera sekarang Jakatole dan Agus Wedi mau ikut Ki Patih untuk dihadapkan kepada Raja. Setelah Raja Gresik melihat kedua anak tersebut maka cocoklah semua dengan apa yang ada dalam  mimpinya. Raja lalu bertanya : Dari manakah kalian dan mau kemana tujuan kalian ? Jakatole : Hamba dari Madura dan tujuan kami akan ke Majapahit. Raja : Kalau memang menjadi kerelaan  hatimu aku minta kalian jangan ke Majapahit tapi biarlah disini saja. 

Jakatole : Terimakasih atas pinta paduka. Tujuan hamba ke Majapahit sungguh sangat penting karena itu kami mohon diperkenankan untuk pergi. Raja : Kalau begitu biar adikmu saja kau tinggal disini. Aku akan ambil dia sebagai anak yang nanti akan menggantikan aku sebagai Raja disini. Jakatole : Terimakasih yang tak terhingga hamba haturkan kepada paduka yang berkeinginan mengambil salah satu diantara hamba ini. Semoga paduka tetaplah kasih kepada rakyat paduka.

Setelah itu Jakatole pamit haturnya : Sekarang mohon paduka merelakan hamba berangkat untuk menyusul ayah hamba ke Majapahit. Semoga dengan iringan doa dan restu paduka hamba selalu sehat dan selamat.

Oleh Raja Gresik Jakatole dan Agus Wedi kemudian diberinya pakaian. Jakatole kemudian minta diri dan ia terus berjalan tanpa teman lagi. Melalui jalan raya ia menuju kearah barat daya untuk sampai di Majapahit. Tak berapa lama Agus Wedi kemudian diangkat menjadi panglima perang. Tingkah lakunya baik tiada cela serta pandai mengaji dan macopat. Tulisannya halus dan bagus sehingga Raja sangat mengasihinya dan sudah menganggapnya pula sebagai anaknya sendiri bahkan dicalonkannya pula ia jadi menantu untuk anak perempuan satu-satunya.

Jakatole yang berjalan sekarang telah tiba di kota Majapahit. Disepanjang perjalanannya konon banyak kaum wanita yang tertarik padanya. Dari wanita yang masih perawan, janda, bahkan perawan tua-pun suka memberi makanan, bedak dan kembang. Jakatole sering diajak untuk sekedar mampir dan kalau tidak mau, mereka bahkan tak sungkan memegang lengannya sekedar untuk menarik perhatian.

Konon ada seorang janda kembang anak seorang juragan kaya. Wajahnya hitam manis. Melihat Jakatole lalu diikutinya dari belakang. Dipegang tangannya sehingga kelihatan mereka sudah akrab berkenalan. Sambil tersenyum-senyum ia bertanya kepada Jakatole. “Kanda dari mana saja? Kemarin ayah mengharap kanda datang. Sekarang mari kanda kuantar kerumah”. Jakatole tidak menaggapinya. Dia hanya tersenyum saja.

Tak lama sampailah Jakatole di alun-alun kota Majapahit. Disana para empu kebetulan sedang bekerja dengan dipenuhi bunyi palu membisingkan telinga. Jakatole bertanya kepada salah seorang empu tentang dimana keberadaan ayahnya (Empu Kelleng). Orang yang ditanyai memberitahu Jakatole sambil menunjuk arah sebelah timur daya. Orang disekitarnya sangat kagum melihat pemuda yang tampan ini.

Setelah melihat anaknya datang Empu Kelleng merasa terkejut karena ia datang ke Majapahit hanya sendirian. Lalu sambil memeluk Jakatole katanya : Duh, anakku mengapa kamu datang sendirian lalu siapa yang menemani ibumu di Pakandangan ? Jakatole menyahut : Ibulah yang menyuruh nanda kemari untuk sekedar menjenguk ayah. Ibu sangat khawatir dan takut kalau ayah sedang dalam keadaan sakit. Itu bisa dimaklumi karena ayah sudah tua. Apalagi ayah sudah lama meninggalkan kami untuk menunaikan tugas yang berat ini.

Mengetahui keadaan ayahnya Jakatole merasa tak tega. Badannya yang semakin kurus, kulitnya penuh dengan bekas luka sehingga Jakatole hampir-hampir lupa padanya. Karena itulah Jakatole berkata kepada ayahnya begini : Ayah, sudahlah. Sekarang lebih baik ayah pulang saja ke Sumenep. Mengenai pekerjaan ayah biarlah nanda yang akan menggantikannya. Nanda hanya mohon iringan restu dan doa ayah saja semoga nanda tetap sehat dan selamat.

Empu Kelleng berkata : Aduh, anakku tunggu dulu engkau masih terlalu muda dan tidak akan kuat memukul besi sebesar dan sebanyak ini. Biarlah aku saja sendiri. Lebih baik kamu saja yang  pulang dan kasihanilah ibumu disana sendirian. Katakan pada ibumu bahwa kamu telah menjumpaiku dalam keadaan sehat. Keberadaanku janganlah terlalu dipikirkan. Masalah sehat, sakit dan mati sudah lumrah bagi orang yang sudah tua sepeti aku. Jadi sudah dalam kewajaran kalau sebentar lagi aku terjemput maut. Jakatole : Sudahlah, ayah saja yang pulang sebab perintah Raja semakin hari akan semakin berat.

Tidak mungkin lagi rasanya bagi ayah untuk bisa melaksanakannya. Biarlah nanda saja yang meneruskan semoga mendapat berkat ayah.(bersambung)

Mungkin Menarik