Wajahnya merah seperti darah dan sambil menyampaikan pesan dengan kasar pada utusan Dempoawang katanya : Sampaikan kepada Dempoawang bahw...

19. Pertempuram Dempoawang Melawan Kudapanole

Wajahnya merah seperti darah dan sambil menyampaikan pesan dengan kasar pada utusan Dempoawang katanya : Sampaikan kepada Dempoawang bahwa suratnya sudah aku terima. Kapanpun maksudnya ia datang kemari untuk melakukan niatnya aku akan menantangnya dengan perang. Katakan juga dan jangan lupa kalau dia memang jantan janganlah dia mengadu bala tentara tapi berhadapanlah satu lawan satu denganku agar supaya dapat disaksikan siapa diantara kita yang perkasa.

Utusan Dempoawang setelah mendengar pesan Kudapanole segera mohon diri dan pulang ke Majapahit dengan mengendarai perahu yang bisa terbang itu. Setelah sampai di Majapahit ia menceriterakan semua pesan Kudapanole kepada Dempoawang satupun tak tertinggal. Dempoawang lalu murka mendengarnya dia bergegas mengumpulkan para awaknya untuk menantang perang ke Sumenep. Sekejap saja konon sampailah mereka ke negara Sumenep. Setelah Kudapanole melihat ada perahu terbang dari arah selatan maka secepat itu pula ia memanggil si Megaremmeng. Kuda pemberian ayahnya dahulu yang juga memiliki kemampuan untuk terbang.

Setelah kuda tunggangannya datang ditunggangilah ia untuk menyambut musuh yang angkara itu diangkasa. Setelah mereka berhadapan maka terjadilah perang yang seru di udara negara Sumenep. Perahu Dempoawang saling hantam dengan si Megaremmeng. Begitu juga suara senjata Kudapanole dan Dempoawang yang disertai kekuatan prajurit beradu gemerincing bergema diangkasa.

Dalam pada itu Dempoawang merasa repot melayani perang dengan Kudapanole dalam hatinya ia berkata : Sejak hidup baru kali ini aku tahu bahwa ada juga kuda yang bisa terbang. Lama pertempuran itu berlangsung tapi tak satupun yang bisa terkalahkan. Secara gaib kedua orang yaitu Adipoday dan Adirasa juga datang membantu Kudapanole. Sejak kedatangan kedua orang itu Dempoawang merasa kebingungan dalam menentukan mana musuhnya. Perang jadi kacau dan Dempoawang ragu-ragu dalam menyarangkan pukulan-pukulan senjatanya. Oleh karena keadaan itu maka ia merasa kepepet lalu lari dengan perahunya. Kudapanole melihat musuhnya lari terus mengejarnya. Sesampainya diatas laut Dempoawang terkejar oleh Kudapanole dan disana terjadi kelanjutan perangnya.

Pada suatu kesempatan dimana Dempoawang lengah Kudapanole segera menyarangkan pukulan cemetinya kearah perahu Dempoawang. Anjungan perahu itu pecah diikuti ambruknya tubuh perahu. Disaat genting seperti itu ayah Dempoawang yakni Raja Bermana bersama seorang patihnya juga datang membantu. Perang masih berlangsung sebentar dengan serunya. Tapi Dempoawang memahami bahwa posisinya kalah. Pada saat terakhir Dempoawang masih sempat meminta ampun kepada Kudapanole tapi tak dihiraukannya. Sekali lagi dilecutkannya cemeti sakti itu maka hancurlah pasukan Kelleng dan jatuh kelaut yang menanti dibawahnya. Diceriterakan bahwa semua Raja-Raja yang mendengar tentang hancurnya bala tentara kerajaan Kelleng dan tewasnya juga si Dempoawang merasa lega hatinya.

Mereka memuji Kudapanole sebagai pahlawan yang benar-benar berjiwa prajurit dan sakti mandraguna. Setelah Dempoawang bersama semua tentaranya tewas ayah Kudapanole yaitu Adipoday memasuki keraton Sumenep. Disana Kudapanole dan isterinya sedang duduk dipendapa. Anak dan menantunya itu sedang melepas lelah dan berceritera tentang halnya perang.

Ketika Kudapanole melihat ayahnya datang ia berdua turun dari kursinya dan sungkem. Para Emban yang saat itu sedang menemani kedua suami isteri di pendapa tersebut segera masuk kedalam keraton untuk memberitahu Raden Ayu Puteri Kuning dan bertutur : Raden Ayu, putera paduka sekarang sedang menjamu seorang tamu laki-laki yang mirip rupanya dengan putera paduka. Dia-pun masih muda dan tampan. Setelah Puteri Kuning mendengar berita itu lalu ia segera bergegas menuju pendapa. Setelah melihat dengan seksama orang yang sedang bercakap dengan puteranya itu Puteri Kuning yakin bahwa dia adalah laki-laki yang pernah datang dalam mimpinya.

Setelah ia yakin benar maka dengan setengah berlari dia memeluk laki-laki itu. Kerinduan yang selama ini terpendam meledak diiringi cucuran airmata bahagia. Setelah kerinduannya agak terkendali ia menghatur sungkem katanya : Kakanda yang selama ini aku rindukan sejak semula sekarang telah menjadi kenyataan. Meskipun kakanda baru tampak secara utuh dan setelah putera yang adik lahirkan sudah berputera pula, namun adik tak merasa kecewa. Mudah-mudahan kakanda akan tetap kasih pada dinda dunia sampai akhirat. Adipoday : Sudahlah dinda jangan menangis, aku datang memang untuk menemuimu.

Setelah pertemuan tersebut keduanya bermukim diistana Sumenep beberapa bulan. Sepanjang waktu itu tak putusnya para Patih dan Menteri yang datang berkunjung bersama para isterinya pula. Setelah sekian lama Adipoday dan Puteri Kuning berada di Sumenep pada suatu hari Adipoday berkata kepada isterinya katanya : Seandainya dinda setuju atas usulku maka marilah sekarang dinda ikut denganku ke Pulau Sepudi. Kalau kamu merasa rindu pada Kudapanole boleh dan kuijinkan kamu menjenguknya nanti.

Puteri Kuning menyetujui usul suaminya itu. Setelah serempak dan rembuk menjadi tekad maka berpamitanlah keduanya untuk berangkat ke Pulau Sepudi. Kudapanole beserta isterinya Dewi Ratnadi setelah sungkem kemudian mereka melepas kepergian kedua orang tuanya itu sampai di pelabuhan. Sesampainya di Pulau Sepudi keduanya langsung berkunjung kepada ayah dan ibunya yang kala itu ayah dan ibu Adipoday sudah sama-sama sepuh.

Singkat ceritera tak lama sesudah pertemuan itu kedua orang tua Adipoday wafat dan dimakamkan di desa Blingi, satu komplek pemakaman dengan ayahnya yang bergelar Panembahan Blingi. Komplek makam tersebut berada diarah timur laut Kantor Kawedanan Sepudi sekarang jauhnya kira-kira lima setengah kilometer.

Komplek pekuburan (Asta) tersebut sampai sekarang masih keramat dan banyak dikunjungi orang. Setelah kedua orang tuanya wafat lalu Adipoday menggantikannya sebagai Raja di Sepudi dengan sebutan Panembahan dan bergelar Wirakrama. Setelah Wirakrama meninggal ia dikuburkan didesa Nyamplong yang letaknya kira-kira tiga kilometer arah utara dari kantor Kawedanan Sepudi sekarang.

Mungkin Menarik