Sedangkan kekeramatan Asta ini melebihi dari Asta Blingi dan sampai sekarang juga masih ramai diziarahi orang. Konon mereka yang mempun...

20. Kota Kerajaan Sumenep Dipindah dari Banasare


Sedangkan kekeramatan Asta ini melebihi dari Asta Blingi dan sampai sekarang juga masih ramai diziarahi orang. Konon mereka yang mempunyai hajat dan berziarah ke Asta Nyamplong banyak yang terkabul cita-citanya. Di komplek Asta ini juga dibangun sebuah Mesjid yang digunakan oleh para peziarah untuk shalat selain oleh masyarakat sekitarnya. Kerajaan Sepudi ini sekarang hanya tinggal bekasnya saja yaitu di Kampung Padelemman (perumahan,ind) desa Sokaramme Timur sebelah utara Kantor Kawedanan Sepudi yang jaraknya kira-kira empat kilometer. Sedangkan bekas keraton Panembahan Blingi sampai sekarang masih dihuni keturunannya. Tempatnya di timur-laut Asta Blingi yaitu sebuah kampung bernama Kampung Dalem.

Sekarang diceriterakan di Sumenep bahwa Kudapanole sudah tua sedangkan wewenang dan kekuasaannya diserahkan kepada puteranya yang bernama Aria Wigananda. Yang menjadi Patihnya saat itu adalah Aria Banyak Modang yaitu putera Raja Gresik. Sesudah Sumenep diserahkan kepada puteranya kemudian Kudapanole banyak meluangkan waktunya untuk nyepi. Dengan begitu dia membuat semacam tempat peristirahatan di desa Lapa lengkap dengan pertamanannya.

Pertamanan tersebut sampai sekarang masih ada yaitu di desa Lapataman Kecamatan Dungkek Kawedanan Batang-batang. Sesudah lama Kudapanole mendiami tempat itu ia lalu sakit keras. Mendengar kabar itu Aria Wigananda datang ke Lapa dan bermaksud membawa ayahnya ke kota Kerajaan takut ayahnya sampai meninggal di Lapa. Tetapi kali pertama kedatangannya di tolak oleh Kudapanole. Karena puteranya memaksa maka ia-pun mau turut serta.

Dalam pesannya dia berkata kepada puteranya tuturnya, Kudapanole : Aku akan mengabulkan permintaanmu tapi aku yakin bahwa umurku takkan sampai di kota. Pada saat ini aku ingin berpesan kepadamu anakku kalau aku mati maka buatlah tempat itu sebagai nama yang melambangkan tentang kematian itu. Dan kalau pikulan usungan jasadku patah maka disitulah aku kau kuburkan. Sekarang semua ilmu yang kumiliki kuserahkan pula padamu.

Setelah itu Kudapanole lalu ditandu beberapa orang untuk dibawa ke kota Kerajaan Sumenep. Sesampainya ditengah perjalanan Kudapanole menghembuskan nafas yang terakhir. Tempat itu lalu dinamai Tangbatang (Batang-Batang sekarang, Jasad, ind) dan sampai sekarang menjadi sebuah desa kira-kira dua puluh satu Kilometer jauhnya dari kota Sumenep sekarang, arah timur laut. Jasadnya terus dibawa kearah barat namun sesampainya disebuah perbukitan pikulan tandu yang membawa jasad itu patah. Karena itu para penandu (pemikul jasad) berhenti disitu. Mereka ada yang membuat liang lahat ada pula yang membuat atap untuk peneduh. Jenasah itu masih dibiarkan sehari semalam karena masih ditunggukan kepada bala sentana dari kota. Setelah datang maka jenazah Kudapanole maunya akan dimandikan, tapi ditempat itu sulit ditemukan air. Aria Wigananda lalu ingat kepada tongkat gading warisan ayahnya lalu ditancapkannya disitu. Maka keluarlah sebuah mata air yang jernih dan dari air itulah jenasah Kudapanole dimandikan.

Setelah selesai jenasah itu dikafani dan dishalatkan kemudian dikuburlah ia ditempat tersebut. Setelah selesai upacara penguburan lalu Raja Sumenep Aria Wigananda dan pengiringnya pulang ke keraton. Konon sumber air tadi masih ada sampai sekarang yaitu di desa Lanjuk dukuh Saasa.

Asta Kudapanole (Pangeran Saccadiningrat II) sampai sekarang juga ramai dikunjungi orang. Sedangkan dikampung tersebut ada jurukunci Asta yang diangkat secara turun-temurun. Desa Lanjuk tersebut sejak negara Sumenep diatur pada tahun 1883 termasuk Kecamatan Gapura Kawedanan Batang-batang. Tetapi setelah Manding dibentuk menjadi daerah Kawedanan pada tahun 1900 maka desa Lanjuk itu dimasukkan wilayah Manding. Namun pada saat sekarang Manding sudah berobah menjadi Kecamatan termasuk Kawedanan Kota Sumenep. Tepatnya letak desa Lanjuk tersebut kira-kira tiga kilometer arah timur daya kantor Kecamatan Manding.

Sepeninggal Kudapanole kota Kerajaan Sumenep dipindah dari Banasare ke Gapura. Desa ini yang sekarang menjadi Kecamatan dan disebut Gapura karena daerah ini tempat berdirinya pintu gerbang Keraton diwaktu itu.

Selanjutnya diceriterakan bahwa Aria Wigananda hanya memiliki seorang puteri. Sedangkan Patih Banyak Modang mempunyai puteri dua orang dan dua orang lagi putera. Putera laki-laki Patih Banyak Modang ini selanjutnya diambil sebagai menantu oleh Aria Wigananda dan dicalonkan sebagai penggantinya kelak. Taklama kemudian Patih Banyak Modang meninggal dan digantikan oleh puteranya yang tertua bernama Tumenggung Tankondur.

Dilain pihak Puteri Aria Kudapanole bersuamikan Sunan Paddusan dan membuka pedukuhan di desa Batuputih. Sunan Paddusan ini putera dari Osmanhaji hasil perkawinannya dengan Nyi Gede Maloko. Osmanhaji adalah putera seorang ulama terkemuka waktu itu sedangkan Nyi Gede Maloko adalah puteri Sunan Ampel di Surabaya.

Ayah Osmanhaji adalah saudara Sunan Ampel sedangkan Sunan Ampel adalah putera Maulana Ibrahim. Maulana Ibrahim adalah putera seorang keturunan Syekh (Jamiladulkubra) keturunan laki-laki dari Nabi Muhammad.

Taklama kemudian Sunan Paddusan mempunyai dua orang anak perempuan. Yang sulung diberi nama Nyai Malaka yang selanjutnya kawin dengan Raden Patah Sultan Demak sedangkan yang bungsu diperisteri Pangeran Siding Langgar. Pangeran Siding Langgar hanya memiliki seorang saudara perempuan seayah-seibu yaitu Pangeran Nugraha yang menjadi Raja di Jambaringin Pamekasan. Bangunan Kerajaan Jambaringin ini sekarang hanya tinggal puingnya saja dan letaknya ada di Kecamatan Proppo masuk Kawedanan Kota Pamekasan. Pangeran Nugraha tersebut adalah putera Lembu Petteng sedangkan Lembu Petteng adalah putera Raja Brawijaya penguasa Majapahit.

Taklama kemudian Pangeran Siding Langgar mempunyai seorang putera. Ketika anak yang mungil dan tampan itu baru belajar merangkak ibunya sakit dan akhirnya meninggal. Pangeran Siding Langgar amat sedih hatinya. Pada suatu hari mertuanya yaitu Sunan Paddusan berkunjung pada Pangeran Siding Langgar. Ia menyambutnya dengan kesedihan dan tetes airmata. Sunan Paddusan : Anakku, jangan kau teruskan kesedihanmu itu. Mengapa engkau jadi bertambah kurus hanya dengan kematian isterimu ?  Ingatlah dan kukuhkan imanmu bahwa takdir yang berhubungan dengan kematian itu adalah dari Allah.

Mungkin Menarik