33. Demang Wirasasmita Memenggal Kepala Pangeran Siding Puri
Sekarang sudah lima bulan kita berperang dengannya dan bala tentara Japan semakin hari semakin menipis jumlahnya. Seandainya perang ini tetap dilajutkan saya yakin tentara Japan akan habis. Seandainya Pangeran Sumenep bisa tertangkap tentu dia takkan hidup. Maka dengan itu sudah pasti saya akan mendapat murka pula. Karena itulah maka sekarang saya perintahkan kepada bala tentara dengarkanlah.
Untuk menangkap Pangeran Sumenep kita sudah berusaha sedapat mungkian bisa memboyongnya dalam keadaan hidup. Tetapi anda telah tahu tentang perlawanan beliau yang tak pernah padam. Saudara-saudara kita telah banyak yang tewas dalam peperangan disamping terbunuh pula oleh penyakit yang merajalela.
Dari sebab itu maka sekarang masalah penangkapan Pangeran Sumenep saya serahkan secara bulat kepada kalian. Apapun usaha yang dilakukan saya hargai meskipun Pangeran Sumenep nanti tertangkap dalam keadaan mati sekalipun. Biarlah semua murka Ratu pada kalian akan saya tanggung.
Para Bupati beserta tentaranya merasa lega mendengar perintah Tumenggung Kanduruwan itu dan menyatakan sanggup untuk menangkapnya meskipun harus menanggung segala murka Ratu. Setelah itu para Bupati mengumpulkan seluruh sisa lasykarnya lengkap dengan perkakas perangnya dan langsung berangkat mengepung Pangeran Sumenep. Tumenggung Kanduruwan mengutus seorang utusan untuk melaporkan masalah peperangan kepada Ratu Japan.
Pangeran Sumenep bersama Tumenggung Kanduruwan sedang bersiap pula untuk melawan tentara Japan dengan bala sentana yang hanya berjumlah dua puluh empat orang termasuk dirinya. Sedangkan tentara Japan pada saat itu masih berjumlah ribuan. Melihat banyaknya tentara Japan mengepung, keduanya semakin nekad saja. Mereka mengamuk bersama dan tak terpisahkan sama sekali sampai-sampai bala tentara Japan banyak pula yang tewas.
Tetapi meskipun orang sakti mandraguna macam apapun kalau menghadapi musuh yang jumlahnya ribuan tentu mereka akan kalah. Kalaupun mereka tak terluka pasti akan mati. Tujuh hari lamanya perlawanan itu berlangsung. Dan setelah kedua puluh dua sentananya tewas maka kedua pemimpin perang itu lalu pasrah kepada Yang Maha Kuasa.
Setelah bala tentara Japan melihat tentara Sumenep hanya tinggal dua orang serempak mereka maju. Ada yang melepas anak panahnya ada pula yang memukulnya dengan gada dan ada yang menyerang dengan tombak dan pedangnya. Namun kedua pemuka perang itu masih sempat menangkis dan melakukan perlawanan. Berpuluh orang terkena senjatanya. Pada saat itu keringat keduanya mulai membasahi badannya. Kemudian wangsit datang pada Pangeran Sumenep bersamaan dengan dilihatnya kelebat sang malaikat maut. Kelelahan semakin jelas pada keduanya setelah itu meraka mundur dan bersembunyi di bawah sebatang pohon.
Disana Pangeran Sumenep masih sempat menangis dan diantara tangisnya berkata : Oh isteriku aku sekarang sudah sampai pada ajalku. Kupasrahkan anak-anak kepadamu karena mereka masih kecil-kecil dan jangan sampai mereka kau sia-siakan. Setelah itu lalu berkata kepada Patih Tankondur : Mari kita bersama berdoa kepada Allah semoga tetaplah agama Islam pada diri kita. Keduanya lalu sepakat dan mengangkat kedua belah tangannya.
Oleh karena itu Pangeran ini kemudian lazim disebut orang sebagai Pangeran Siding Puri. Tak seberapa lama datanglah Demang Wirasasmita lalu secepat kilat menerkam leher Pangeran Siding Puri dan memenggal kepalanya. Kepala Siding Puri itu kemudian ditempatkan disebuah bindaga emas dan dibungkus sutera kuning lalu diserahkan kepada Tumenggung Kanduruwan.
Saat menerima bungkusan dari Demang Wirasasmita dan membukanya Tumenggung Kanduruwan terkejut dan tanpa sepatah katapun kaluar dari mulutnya. Airmatanya meleleh dan berkata dalam hatinya : Ya Allah perbuatan apakah ini ?
Selama kami hidup baru kali ini kami jumpai perbuatan seperti ini. Semoga Engkau tak memberi hukuman padaku karena kami hanya memikul sebuah perintah dari Ratu Japan.
Sekarang diceriterakan setelah isteri Pangeran Sumenep (Siding Puri) beserta isteri Tumenggung Tankondur mendengar berita tentang kematian suaminya dalam peperangan itu lalu pingsan. Setelah sadar ia langsung merangkul anak-anaknya sambil menjerit : Oh anakku apa jadinya sekarang ? Ayahmu telah benar-benar meninggalkan kita semua. Oh betapa aniayanya orang-orang Japan itu. Seisi keraton ikut sedih dan menangisi kepergian Raja dan Patihnya. Suaranya ribut seperti pasar terbakar.
Mendengar tangisan keduanya Pangeran Batuputih tak tega dan menangis pula sembari memerah mukanya menahan amarah. Ia lalu membujuk halus : Ibu mari peristiwa ini jangan terlalu dipikir berlarut-larut. Peristiwa ini jangan sampai menjadi rusaknya kesehatan ibu. Lebih baik ibu ingat bahwa takdir itu tidak akan bergeser seujung rambut-pun. Meski Ramanda tak pergi berperang tapi kalau sudah sampai saatnya pastilah kematian akan datang padanya. Perang ini hanya sebagai perantara saja. Sekarang perkenankan nanda berangkat bersama bala tentara Sumenep untuk menuntut balas. Nanda takkan puas kalau nanda gagal menghancurkan bala tentara Japan.
Mendengar permintaan Pangeran Batuputih isteri Pangeran Sumenep melompat menghalanginya sambil berkata : Oh anakku jangan kau lakukan itu. Permintaanku padamu jangan engkau berperang karena engkau masih belum cukup umur menyongsong kematian. Pangeran Batuputih : Benar apa kata ibu tetapi karena nanda juga bergelar seorang Pangeran dan keturunan kepala perang apalagi Ramanda masih merupakan darah daging nanda maka malu rasanya hati ini kalau nanda tak membalas kematiannya. Disuatu saat nanti semua orang akan mencemooh nanda dan keturunan nanda dan menyangkakan bahwa sebagai seorang Pangeran tapi takut menantang maut. Akhirnya mereka akan menjuluki nanda sebagai Pangeran berjiwa banci.
Raden Ayu Pangeran Sumenep : Perkataanmu itu benar dan aku bersyukur atas jiwa kepahlawananmu untuk membela suamiku dimedan perang. Tetapi kalau kamu tetap kukuh akan maksudmu maka aku sangat keberatan. Apalagi kalau mengingat pesan almarhum tentang aku dan anak-anakku yang telah dititipkan kepadamu. Kamu sudah dianggap sebagai pengganti dia olehnya. Maka apakah sekarang engkau memaksa untuk menyongsong maut? Seandainya kamu celaka dan menemui ajal disana sedangkan kami masih dikaruniai panjang umur disini maka siapakah yang akan melindungi dan merawat aku dan anak-anakku ? Tentu nanti kami akan merana sepanjang masa. Jadi pertimbangan itulah yang bisa aku berikan saat ini lebih baik engkau berada disini saja dan biarlah aku yang akan berangkat menemui Patih Japan dan meminta agar jenazah keduanya tidak mereka bawa ke Japan.
Pangeran Batuputih : Kalau mendapat ijin bunda maka perkenankan nanda saja yang menghadap Patih Japan untuk mendapatkannya. Ibu adalah seorang perempuan maka tak pantas rasanya bila dilihat orang. Lagi pula kalau Patih Japan merampas jenazah Ramanda tentu ibu tak akan bisa merebut dari tangannya karena tenaga perempuan bukan tandingannya.
Post a Comment